WAHANANEWS.CO, Jakarta - Polda Metro Jaya kembali memeriksa sejumlah saksi terkait laporan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, soal tudingan ijazah palsu yang sempat viral di media sosial.
Hari ini, giliran dua nama beken, Roy Suryo dan Eggi Sudjana, yang memenuhi panggilan penyidik.
Baca Juga:
Soal Bareskrim Setop Kasus Ijazah Jokowi, Istana Buka Suara
Roy Suryo mengungkapkan bahwa sebelumnya ia menunda hadir karena surat pemanggilan awal dinilai tidak jelas.
Namun kini ia bersedia hadir setelah surat tersebut mencantumkan nama terlapor serta tempus dan locus kejadian.
"Kenapa kami waktu itu siap semua hadir, tapi kami atas rekomendasi kuasa hukum kami tidak perlu menghadiri, karena ini undangan nggak jelas, tidak ada terlapornya, tidak ada locus-nya, tidak ada juga tempus-nya," jelas Roy.
Baca Juga:
Istana: Hentikan Polemik Ijazah, Fokus Bangun Bangsa
"Kenapa kami hadir hari ini, karena di sini sudah ada beberapa nama yang ditulis sebagai terlapor, dan sudah ada tempus locus-nya," lanjutnya.
Sementara itu, Eggi Sudjana kembali menantang Presiden Jokowi untuk menunjukkan ijazah aslinya secara langsung.
Menurutnya, masalah ini sebenarnya sederhana dan bisa selesai dengan mudah.
"Ini soal simpel, soal ijazah. Saya pernah bilang di pengadilan, jika Jokowi menunjukkan ijazah asli, case close, tutup kasus. Saya minta maaf pun mau, kalau Jokowi menunjukkan ijazah asli. Tapi kalau tidak, ya saya kejar terus kurang lebih 4 tahun berjalan ini," ucap Eggi.
Seperti diketahui, Presiden Jokowi sebelumnya melaporkan dugaan fitnah soal ijazah palsu ke Polda Metro Jaya.
Laporan tersebut sudah terdaftar dan ditangani Subdit Kamneg Ditreskrimum, dengan delik aduan berdasarkan pasal KUHP serta UU ITE.
Jokowi juga menyerahkan 24 objek barang bukti berupa unggahan media sosial kepada penyidik.
Di sisi lain, laporan serupa yang sempat ditangani Bareskrim Polri sebelumnya telah dihentikan, setelah hasil penyelidikan menyatakan ijazah Jokowi adalah asli dan identik dengan dokumen pembanding.
Namun, pelapor dari Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) tetap meminta dilakukan gelar perkara khusus pada 9 Juli mendatang.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]