WahanaNews.co, Jakarta – Saat mengadili judicial review UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang diajukan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Hakim konstitusi Arief Hidayat dan Enny Nurbaningsih meminta penggugat memperdalam gugatan pendidikan swasta gratis, tidak hanya pendidikan dasar di sekolah negeri.
Dalam permohonannya, JPPI mendalilkan Indonesia harus mencontoh beberapa negara yang menggratiskan pendidikan dasar, baik di sekolah negeri maupun sekolah swasta. Hal itu diminta untuk dieksplorasi lagi.
Baca Juga:
MK Putuskan Libur 1 untuk 6 Hari dalam UU CiptaKerja Bertentangan dengan UUD
"Dari sisi perbandingan, itu Anda jelaskan. Di Australia mungkin beda ya, di Denmark juga beda, di negara lain juga beda mungkin begitu, ya. Anda jelaskan satu per satu kalau ada data itu, itu lebih bagus lagi nanti. Itu yang kemudian Anda harus tambahkan," kata Enny sebagaimana tertuang dalam risalah sidang di website MK, Rabu (24/1/2024), mengutip detikcom.
Adapun Arief Hidayat menyatakan negara-negara di Skandinavia dan negara Eropa Barat banyak yang sudah membebaskan biaya pendidikan dari tingkat dasar sampai ke tingkat yang tinggi. Namun hal itu tidak bisa serta-merta diperbandingkan karena ada perbedaan yang mendasar antara Indonesia dan negara-negara Eropa Barat.
"Inilah, ini tatarannya kita bicara masalah empirik. Empiriknya tadi saya sebutkan, kita masih taraf negara dengan pendapatan middle income, bukan yang high income. Tingkat kesejahteraannya nggak mungkin negara sampai di situ karena jumlah penduduknya juga banyak," ungkap Arief.
Baca Juga:
MK Kabulkan 70% Tuntutan Buruh, Serikat Pekerja Rayakan Kemenangan Bersejarah dalam Revisi UU Cipta Kerja
Sebagaimana diketahui, JPPI menggugat Pasal 34 ayat 2 UU Sisdiknas yang berbunyi:
Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.
"Menyatakan Pasal 34 ayat 2 sepanjang frasa 'Wajib Belajar Pada Jenjang Pendidikan Dasar Tanpa Memungut Biaya' UU Sistem Pendidikan Nasional, inkonstitusional secara bersyarat dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'Wajib Belajar Pada Jenjang Pendidikan Dasar yang dilaksanakan di Sekolah Negeri maupun Sekolah Swasta Tanpa Memungut Biaya'," demikian bunyi petitum pemohon dalam berkas yang dilansir di website MK, Kamis (14/12/2023).
JPPI menilai pasal di atas bertentangan dengan Pasal 31 UUD 1945 yang menyatakan:
(1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.
(4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
(5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
"Pasal 31 UUD 1945 tidak mengatur jenjang pendidikan dasar, akan tetapi kemudian jenjang pendidikan dasar ditafsirkan melalui UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya," ungkapnya.
Nah, pendidikan dasar sebagaimana Pasal 17 ayat (2) Sisdiknas adalah:
Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menegah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.
"Frasa pendidikan dasar kemudian menimbulkan dua persoalan. Pertama, sekolah apa saja yang masuk kategori pendidikan dasar; Kedua. Bagaimana kewajiban dan tanggung jawab pemerintah terhadap keseluruhan jenjang pendidikan," urai JPPI.
[Redaktur: Alpredo Gultom]