Selain itu, nama makanan yang direduplikasi banyak yang mengambil verba atau kata kerja. Salah satunya adalah “gado-gado” yang diambil dari kata digado atau dimakan tanpa nasi.
Ada pula reduplikasi yang terdapat pada awal silabel seperti “rarauwan”.
Baca Juga:
Edy Rahmayadi Kampanye Akbar di Labura: Fokus pada Pendidikan, Kesehatan, dan Infrastruktur
Rarawuan diambil dari kata dirawu yang artinya diambil segenggam. Elvi melanjutkan, ada pula nama makanan yang cukup unik, yaitu “goréjag’.
Kata ini merupakan singkatan dari goreng jagung. Goréjag juga adalah sinonim dari ngoréjat yang dalam bahasa Sunda artinya terkejut.
“Artinya saya melihat bahwa orang Sunda ini kreatif. Kreatif, unik, tapi tidak meninggalkan akarnya. Orang Sunda juga dikenal humoris, jadi nama-namanya juga tidak terlalu serius, tapi justru ini yang diingat,” jelasnya.
Baca Juga:
Pj Wali Kota Madiun Resmikan Sekolah Terintegrasi untuk Peningkatan Kualitas Pendidikan
Menurut Elvi, ada nilai-nilai lokal yang penting untuk diangkat pada makanan tradisional Sunda.
Jika penelitian ini bisa dilanjutkan ke linguistic landscape, diharapkan hasil dari penelitiannya bisa menjadi dokumentasi tata nama makanan Sunda.
Karena jika ingin tetap menjaga kelestarian budaya lokal melalui makanan, maka hal ini perlu didokumentasikan agar tidak mudah untuk diklaim oleh pihak lain.