KPK mengidentifikasi beberapa permasalahan.
Pertama, adanya ketidakpatuhan PTN terhadap kuota penerimaan mahasiswa khususnya jalur mandiri.
Baca Juga:
Kemendikbudristek Siap Identifikasi 9 Kerangka Tentara Jepang Korban PD II di Biak
Kedua, mahasiswa yang diterima pada jalur mandiri tidak sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh PTN.
Ketiga, praktik penentuan kelulusan sentralistik oleh seorang Rektor cenderung tidak akuntabel.
Keempat, besaran SPI sebagai penentu kelulusan. Kelima, tidak transparan dan akuntabel-nya praktik alokasi “bina lingkungan” (afirmasi) dalam penerimaan mahasiswa baru.
Baca Juga:
Kemendikbudristek Siapkan Anggaran Rp14,69 Triliun untuk Program KIP Kuliah 2025
Keenam, adanya ketidakvalidan Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDikti), sehingga tidak dapat digunakan sebagai alat pengawasan dan dasar pengambilan kebijakan.
Selain itu, tercatat sejumlah kasus korupsi lainnya di sektor pendidikan yang pernah ditangani KPK, di antaranya korupsi pengadaan dan pelaksanaan konstruksi pembangunan gedung kampus IPDN Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, korupsi pengadaan pembangunan SMKN 7 Tangsel, dan korupsi terkait pengadaan dan instalasi teknologi informasi (TI) Gedung Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia (UI) tahun anggaran 2010-2011.
Program pencegahan korupsi lainnya, yaitu Survei Penilaian Integritas (SPI).