WAHANANEWS.CO, Jakarta - Dibesarkan oleh ibu tunggal yang berjuang keras berjualan cireng demi kelangsungan hidup keluarga, tak menyurutkan semangat Artita Lindu Rilawati dalam menggapai cita-cita.
Perempuan asal Tegalrejo, Yogyakarta ini berhasil membuktikan bahwa keterbatasan ekonomi bukanlah penghalang.
Baca Juga:
Ayah Christiano Pengemudi BMW Tewaskan Mahasiswa UGM Meminta Maaf
Ia diterima di Universitas Gadjah Mada (UGM) melalui jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP), bahkan mendapatkan beasiswa Uang Kuliah Tunggal (UKT) nol rupiah.
Ibunya, Teluning, sempat merasa pesimis bisa menguliahkan anaknya karena penghasilan hariannya hanya sekitar Rp 900 ribu per bulan dari berjualan cireng.
Untuk mencari nafkah, ia harus pulang pergi Purworejo–Yogyakarta setiap hari demi berjualan di depan rumah peninggalan almarhum suaminya.
Baca Juga:
Polres Sleman Ungkap Sopir BMW Penabrak Anak FH UGM Punya Banyak Pelat Nopol
“Saya ingat pesan suami dulu, agar menjaga dan membesarkan Artita sepenuh hati,” ungkap Teluning.
Tanpa banyak bicara, Artita langsung memberi kabar gembira usai pengumuman SNBP.
Ia diterima di Prodi Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) UGM.
“Memang sejak kecil dia mandiri. Tahu-tahu kasih kabar keterima UGM, saya kaget. Tapi ya percaya, karena dia pintar dan punya mimpi besar,” kenang Teluning.
Bagi Teluning, kabar kelulusan itu adalah penebus dari waktu-waktu yang harus ia korbankan demi mencari nafkah.
Ia merasa kehilangan banyak momen bersama sang anak karena harus bekerja dari pagi hingga malam.
“Saya merasa kehilangan waktu bersamanya, tapi semua ini demi masa depan dia,” ujarnya haru.
Kini, kekhawatiran soal biaya pendidikan tak lagi menghantui. Artita dinyatakan bebas biaya kuliah berkat beasiswa UKT 100% dari UGM.
“Saya bersyukur sekali, beasiswa ini sangat meringankan beban ibu,” kata Artita.
Sejak SMA, Artita memang sudah menargetkan UGM sebagai kampus impiannya.
Ia rajin belajar dari buku dan ponsel di ruang tamu rumahnya, hingga selalu menjadi juara kelas. Selain akademik, ia juga aktif dalam kesenian, terutama tari tradisional.
“Saya suka sejarah dan kesenian. Tari itu membantu saya menghilangkan penat,” tuturnya.
Artita pernah membawakan tari kecak dan Harmoni Nusantara di berbagai pentas sekolah, bahkan tampil di Museum Vredeburg.
Ia mengaku ingin tetap aktif di kegiatan organisasi saat kuliah dan bertekad membanggakan ibunya.
“Jangan takut untuk bermimpi, karena kalau kita sungguh-sungguh, pasti ada jalan,” pesan Artita bagi para pelajar lain.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]