WahanaNews.co | Perguruan tinggi swasta (PTS) mengeluhkan menurunnya jumlah mahasiswa baru dalam beberapa tahun belakangan ini.
Hal ini disebabkan selain karena dihajar pandemi Covid-19, namun juga lantaran pembukaan jalur mandiri di perguruan tinggi negeri.
Salah satu keluhan datang dari Rektor Universitas Yarsi, Fasli Jalal yang disampaikan dalam Bincang Pendidikan bertema “Sinergitas Tingkatkan APK Bermutu dan Berkeadilan” yang digelar oleh Cempaka (Club Edukasi Media Peliput Akademi), Kamis, 14 September 2023.
Baca Juga:
Program Beasiswa Kuliah Anak Transmigran dari Kemendes PDTT
"Dampak dari Covid-19 jelas, kami kehilangan 30 persen dari APK (Angka Partisipasi Kasar). Kemudian kita merangkak untuk mengembalikan. Namun kita lihat banyak perguruan tinggi sudah terdampak Covid-19, masih juga terdampak oleh mandiri (Jalur Mandiri PTN)," ujar Fasli.
Fasli meminta agar pemerintah mengevaluasi kembali pelaksanaan Jalur Mandiri di PTN agar lebih memiliki batasan-batasan yang jelas dalam penyelenggaraannya.
Baik dari sisi kuota jalur mandiri yang terlalu besar, terutama di PTNBH dan juga waktu pendaftaran yang terlalu panjang.
Fasli mengungkapkan, saat ini PTS harus menunggu berlama-lama hanya untuk mendapatkan kepastian jumlah mahasiswa baru.
Baca Juga:
PLN UID S2JB Gelar Ranger Bootcamp Untuk Perkuat Sinergi Demi Pelayanan Yang Lebih Baik
Hal ini karena PTS masih menunggu penutupan jalur mandiri di PTN yang biasanya baru ditutup pada pertengahan Agustus.
"Kami harus menunggu berlama-lama dahulu sampai pertengahan Agustus, baru mendapatkan kepastian berapa jumlah mahasiswa baru kita. Jaraknya dari 15 Agustus ke dibukanya kelas awal di bulan September itu sangat pendek," ungkapnya.
Bahkan mulai pertengahan Agustus tersebut, PTS harus disibukkan dengan pengembalian sejumlah biaya yang sudah dibayarkan calon mahasiswa baru yang secara bersamaan diterima di Jalur Mandiri PTN. Sehingga waktu PTS untuk mencari mahasiswa baru lagi sangat singkat.
"Jadi calon mahasiswa baru kami yang sudah diterima dengan segala seleksi itu, tahu-tahunya harus mengundurkan diri karena mereka diterima di Jalur Mandiri yang jadwalnya berkembang berkali-kali dan mundur-mundur itu," bebernya.
"Karena kita tidak memberlakukan uang yang sudah masuk tidak boleh dikembalikan ya. Jadi yang dipotong hanya biaya administrasinya saja. Waktu kita mencari mahasiswa baru lagi juga sangat sempit," jelasnya.
Ia menyarankan, agar persoalan Jalur Mandiri ini harus segera diselesaikan. Terlebih lagi PTNBH memiliki keleluasaan merekrut mahasiswa baru dari Jalur Mandiri hingga 50 persen dari total kuota maba.
"PTN sampai 15 Agustus itu masih memungkinan menerima mahasiswa baru di Jalur Mandiri, sepanjang kuota 50 persen tersebut belum tercapai, utamanya di PTNBH, bagi mereka (PTNBH) ini luar biasa kesempatannya," kata Fasli.
Padahal, kata Fasli, dahulu cita-cita PTN itu diperuntukkan menerima anak berbakat dan terbaik tanpa melihat latar belakang dan daerahnya.
PTN juga harusnya menerima anak pintar yang secara kognitif dan dites UTBK-nya.
"Harusnya proporsi ini (SNBT) kan yang besar. Nah kenapa sekarang dibalik, anak kaya kurang pintar malah bisa dinegosiasikan (di Jalur Mandiri)," kata Fasli.
Ia meminta agar ke depan tujuan didirikannya PTN ini harus kembali diluruskan.
"Itu kan berarti kebiasaan baru kita, kita ubah. Kita tidak melihat jadi the loser ya. Tapi tujuan PTN ini apa? Yang kaya tidak pintar dapat lari ke Mandiri. Jadi yang ke kita (PTS) itu yang bodoh, yang kurang pintar, dan miskin," sesal Fasli.
Padahal sebagaimana diketahui, PTS merupakan lembaga pendidikan tinggi yang didirikan dan dikelola masyarakat secara mandiri.
Tidak seperti PTN mendapat pembiayaan dari negara, sehingga Fasli meminta pemerintah memberikan perhatian kepada PTN dan PTS secara berkeadilan dan bermartabat.
Senada dengan Fasli, Wakil Bendahara II Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah, Muhammad
Muchlas Rowi juga menyampaikan keluhan serupa.
Ia meminta PTN fokus pada rekrutmen mahasiswa baru yang menggunakan sistem seleksi berdasarkan prestasi, baik itu SNBP maupun SNBT.
Sebab menurutnya, dalam Jalur Mandiri sangat minim transparansi.
"Kita tidak melihat ada transparansi dalam penerimaan di Jalur Mandiri. berapa sih kuotanya? Sehingga ketika anak saya misalnya tidak lulus di jalur prestasi, akhirnya dia bilang 'ah gampang. Nanti ada Mandiri'," jelas Muchlas.
Keberadaan Jalur Mandiri ini membuat PTS kesulitan melalukan perencanaan penerimaan mahasiswa baru.
"Jadi tidak ada transparansi itu. sehingga kami mau merencanakan bagaimana? kalau semuanya diambil, terus kami gimana? Ini yang perlu menjadi concern kita bersama untuk mengawasi pelaksanaannya," tutup Muchlas.
[Redaktur: Zahara Sitio]