"Kami berharap rekomendasi Panja Biaya Pendidikan ini bisa menjadi acuan penyusunan RABPN 2025," pungkasnya.
Sebelumnya, Tjitjik menyampaikan bahwa kuliah atau pendidikan tinggi merupakan pendidikan tersier alias pilihan yang tidak masuk wajib belajar 12 tahun (SD-SMA).
Baca Juga:
Nadiem Makarim Batalkan Kenaikan UKT
Tjitjik menyebut karena sifat opsional ini, pemerintah tidak memprioritaskan pendanaan bagi pendidikan tinggi. Sebaliknya, pemerintah fokus pada pendidikan wajib 12 tahun.
"Apa konsekuensinya karena ini adalah tertiary education? Pendanaan pemerintah untuk pendidikan itu difokuskan, diprioritaskan, untuk pembiayaan wajib belajar," ujarnya.
Namun, Tjitjik menyatakan bahwa pemerintah masih terlibat dan terus memberikan dana melalui bantuan operasional bagi perguruan tinggi negeri (BOPTN).
Baca Juga:
Siti Mundur dari Universitas Riau karena UKT Mahal, Pihak Kampus Beri Penjelasan
Meskipun demikian, jumlahnya tidak mencukupi untuk menutup Biaya Kuliah Tunggal (BKT), sehingga sisanya harus ditanggung oleh setiap mahasiswa melalui UKT.
Biaya UKT yang tinggi ini disebabkan oleh pertimbangan biaya operasional yang harus ditanggung oleh perguruan tinggi negeri (PTN).
Biaya tersebut mencakup berbagai hal seperti pembelian alat tulis kantor (ATK), pembayaran upah untuk dosen non-PNS, biaya praktikum, biaya ujian, dan biaya untuk penyusunan skripsi.