WahanaNews.co | Usai penetapan tersangka tiga pejabat Universitas Udayana (Unud) dalam kasus sumbangan pengembangan institusi (SPI), Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unud mengirimkan surat terbuka kepada Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim.
"Kami dari BEM tadi pagi ke Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah VIII untuk mengirimkan surat terbuka ke Mas Menteri (Nadiem). Kami juga akan berupaya untuk beraudiensi dengan Komisi X karena kejadian ini bisa menjadi momentum untuk mengkaji kebijakan SPI," ucap Ketua BEM Unud I Putu Bagus Padmanegara (21), Rabu (15/2/2023).
Baca Juga:
Jika Terbukti Bersalah, BEM Unud Minta Rektor “Dimiskinkan”
Dalam surat terbuka kepada Mendikbudristek Nadiem, BEM Unud menyampaikan lima poin.
Beberapa di antaranya meminta Mendikbudristek Nadiem menonaktifkan sementara seluruh pejabat di lingkungan Unud yang diduga terlibat tindak pidana korupsi penyalahgunaan dana SPI.
Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah proses penyidikan kasus yang sedang berjalan.
Baca Juga:
Diduga Rugikan Negara Rp443 M, Rektor Udayana Buka Suara
Poin lainnya, meminta evaluasi mekanisme penerapan SPI di Universitas Udayana yang tidak proporsional dan tidak berkeadilan.
Kemudian, mengevaluasi pengelolaan SPI Unud agar penggunaannya tepat sasarandan memberikan dampak bagi kepentingan mahasiswa.
"Kami dari BEM Udayana dengan tegas menyatakan bahwa kami konsisten untuk selalu menolak segala bentuk komersialisasi pendidikan. Dari awal penerapannya, SPI di Universitas Udayana memang problematik dan mendapatkan penolakan keras dari mahasiswa," akunya.
Bagus memandang SPI merupakan bentuk nyata praktik komersialisasi pendidikan yang membuat jurang ketimpangan terhadap akses pendidikan semakin melebar.
Apalagi, dengan nominal SPI yang tidak proporsional, sehingga menyebabkan munculnya stigma hanya mahasiswa menengah ke atas yang dapat mengakses pendidikan tinggi melalui jalur mandiri.
Selain itu, implementasi SPI di Unud juga memiliki banyak kejanggalan, di mana dalam Permendikbud 25 Tahun 2020 Pasal 10 menyebutkan secara jelas bahwa PTN dilarang menggunakan iuran pengembangan institusi sebagai pungutan yang menjadi dasar dalam penentuan penerimaan atau kelulusan mahasiswa.
"Namun, dalam praktiknya di Universitas Udayana justru nominal SPI ditentukan sebelum ujian seleksi atau pengumuman kelulusan. Sehingga hal ini otomatis menekan mahasiswa secara psikis seakan-akan menganggap SPI adalah hal wajib, dan akan menentukan indikator kelulusan mereka dalam seleksi jalur mandiri," terangnya.
Bagus mengatakan dengan ditetapkannya tiga tersangka kasus penyalahgunaan dana SPI Udayana oleh Kejati Bali, BEM Unud berharap hal tersebut dapat menjadi momentum refleksi serta menyadarkan berbagai pihak untuk tegas menolak komersialisasi pendidikan. [Tio/Detik]