WahanaNews.co, Jakarta - Tahun ini menjadi masa sulit bagi startup teknologi, dengan 543 perusahaan startup dilaporkan bangkrut menurut Catra, perusahaan manajemen ekuitas.
Dalam pencatatan Catra, hampir 20 persen dari startup pada tahun 2023 mengalami penurunan dalam nilai valuasi saat mengumpulkan dana, dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Baca Juga:
Elektabilitas PAN Tetap Kokoh di Urutan Keenam Menurut Survei IPO Terbaru
Terlebih lagi, kuartal III-2023 melihat peningkatan jumlah startup yang mengalami kegagalan.
Pitchbook juga mencatat bahwa pendanaan modal ventura untuk startup telah mengalami penurunan lebih dari setengahnya sejak tahun sebelumnya di seluruh dunia.
Selain itu, angka penggalangan dana tahunan untuk tahun 2023 diperkirakan akan mencapai tingkat terendah sejak tahun 2015.
Baca Juga:
PalmCo, Subholding BUMN Sawit PTPN III, Tunda Rencana IPO Namun Tetap Persiapkan
Kondisi ini disebabkan oleh kurangnya modal dan terbatasnya peluang strategi keluar, seperti melalui IPO, akuisisi, atau penggabungan.
Sebagai akibatnya, startup pemula mengalami kesulitan untuk memulai bisnis mereka, sementara yang sudah beroperasi mulai merasakan krisis.
Meskipun raksasa teknologi seperti Apple, Amazon, Alphabet, dan Microsoft tetap solid, banyak startup yang lebih kecil sedang berjuang untuk bertahan.
Buruknya kondisi ini membuat beberapa orang menyebut tren ini sebagai momentum kepunahan startup.
Padahal, dulunya perusahaan-perusahaan rintisan ini mudah menggalang uang. AdacWeWork, yang mengumpulkan dana US$11 miliar, Convoy yang menghasilkan SU$900 juta. Kini, keduanya mengajukan pailit.
"Sejumlah besar modal masih terperangkap di startup tahap akhir dan tahap pertumbuhan ventura yang ragu-ragu untuk bertaruh apakah kinerja keuangan mereka dapat bertahan dari pengawasan ketat publik," demikian temuan laporan PitchBook, dikutip CNN Business, Jumat (8/12/2023).
Para investor yang dulu mengucurkan miliaran dolar AS untuk mendanai perusahaan-perusahaan rintisan tampak tidak senang dengan fenomena ini.
Selama bertahun-tahun sebelumnya para pemodal ventura, angel investor hingga miliarder menggelontorkan uangnya ke perusahaan startup teknologi.
Valuasi atau nilai perusahan pun melonjak sehingga bermunculam unicorn, sebutan bagi startup bernilai US$1 miliar atau lebih.
Namun, dalam konteks tingkat suku bunga yang tinggi, ketidakpastian ekonomi, dan krisis perbankan, startup baru menghadapi kesulitan dalam mendapatkan sumber pendanaan yang cukup.
Mereka mengalami kesulitan untuk memperoleh investasi baru.
Bagi para investor, ada alternatif lain untuk menempatkan dana mereka.
Mereka lebih memilih untuk mengalokasikan investasi mereka ke instrumen keuangan yang berisiko lebih rendah, namun menawarkan tingkat pengembalian yang lebih baik dibandingkan dengan investasi pada startup.
Meskipun pendanaan untuk startup dan strategi keluar kemungkinan akan tetap terbatas pada tahun 2024, analis meyakini masih ada beberapa tanda positif untuk masa depan.
Manajer investasi seperti Allve Allan Park mencatat bahwa pendanaan untuk kecerdasan buatan (AI) dan bidang bioteknologi masih cukup kuat. Selain itu, penawaran saham perdana (IPO) secara perlahan mulai meningkat.
Namun demikian, Park memberikan catatan hati-hati, menyatakan bahwa bagi manajer modal ventura dan investor, tahun 2023 dipandang sebagai periode yang penuh dengan tantangan, dan belum tentu menjadi tahun yang menguntungkan.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]