WahanaNews.co | Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga menjelaskan terkait adanya kabar 6 produsen minyak goreng (migor) yang memutuskan berhenti produksi karena tidak mendapat pasokan CPO, Minggu (6/3).
"Kebijakan pemenuhan kebutuhan domestik (domestic market obligation/ DMO) hanya bisa dilaksanakan perusahaan terintegrasi. Yakni, produsen eksportir dan memasok ke pasar domestik, alias perusahaan terintegrasi. Anggota GIMNI ada 34 produsen minyak goreng, hanya 16 yang terintegrasi. Sisanya, produsen yang pasarnya memang hanya di dalam negeri. Lalu, ada perusahaan di luar GIMNI, yang hanya eksportir minyak goreng,” jelasnya.
Baca Juga:
RSUI-Sania Royale Rice Band, Seminar Atasi Stroke dengan Gamma Oryzanol: Metode Memasak Minyak Goreng Sehat
Diketahui, bahwa eksportir akan mengalami kesulitan memasarkan CPO di dalam negeri.
Sedangkan untuk produsen migor lokal kesulitan membeli dari eksportir.
Akibatnya, minyak goreng bisa terus mengalami jumlah yang terbatas.
Baca Juga:
P3PI Dorong Peningkatan Standar Higienis di Pabrik Kelapa Sawit menuju Kelayakan Food Grade
“Ini yang seharusnya dibantu pemerintah agar keduanya bisa bekerja sama,” bebernya.
Kini, harga CPO terus melonjak naik dan jadi minyak nabati termahal di dunia.
Sebagai informasi, minyak sawit mentah (crude palm oil/ CPO) terus cetak kenaikan harga.
Pada perdagangan Kamis (3/3) mencatat harga kontrak CPO sempat cetak rekor baru di 7.108 ringgit Malaysia per ton.
Lalu, India dikabarkan meminta Indonesia menaikkan pasokan minyak sawit ke negara itu menyusul kosongnya pasokan minyak bunga matahari akibat krisis di Ukraina.
Hal itu karena selama ini minyak tersebut dipasok dari kawasan Laut Hitam.
Untuk Rusia dan Ukraina memasok hingga 13% atau setara 1,6 juta ton kebutuhan minyak untuk pangan India tahun 2021.
Ada lebih setengah kebutuhan minyak sawit India berasal dari Indonesia.
Pejabat India-Indonesia dikabarkan telah bertemu secara virtual untuk membahas kebutuhan India tersebut.
Kini, India diberitakan meminta Indonesia untuk sementara mengurangi blending biodiesel yang saat ini adalah wajib B30.
“Untuk sementara, Indonesia bisa lebih mengutamakan makanan daripada bahan bakar,” dikutip dari Reuters.
Sayangnya, hingga kini belum ada konfirmasi dari pihak India maupun Indonesia. [bay]