WAHANANEWS.CO, Jakarta - Meski angka kemiskinan nasional menunjukkan tren penurunan, laporan terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkap masih adanya ketimpangan antarwilayah dan antara desa serta kota dalam pemerataan kesejahteraan.
Pulau Jawa, sebagai pusat populasi, justru menjadi kantong kemiskinan terbesar, sementara wilayah seperti Kalimantan mencatat jumlah penduduk miskin yang jauh lebih kecil.
Baca Juga:
Survei Indikator: Dedi Mulyadi Paling Puaskan Warga, Andra Soni Paling Rendah
Pada Jumat (25/7/2025), BPS merilis data Profil Kemiskinan Indonesia edisi Maret 2025. Dalam laporan itu disebutkan jumlah penduduk miskin Indonesia tercatat mencapai 23,85 juta orang.
Angka ini turun sebesar 0,2 juta orang dibandingkan dengan data pada September 2024.
Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, Ateng Hartono, menjelaskan bahwa lebih dari separuh penduduk miskin nasional, sekitar 52,66 persen atau 12,56 juta jiwa, masih terkonsentrasi di Pulau Jawa.
Baca Juga:
Ribuan Pemudik Padati Pelabuhan Bakauheni Saat Arus Balik H+6 Lebaran 2025
"Jumlah penduduk miskin masih terkonsentrasi di Pulau Jawa, yaitu sebanyak 12,56 juta penduduk miskin berada di Pulau Jawa, atau kontribusinya sekitar 52,66 persen terhadap total jumlah penduduk miskin nasional," ujar Ateng dalam konferensi pers.
Kalimantan menjadi wilayah dengan jumlah penduduk miskin terendah, hanya 0,89 juta orang atau sekitar 3,75 persen.
Sementara itu, sebagian besar wilayah lain mencatat penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin dibanding periode sebelumnya. Penurunan tertinggi terjadi di Bali dan Nusa Tenggara, yakni sebesar 0,22 persen poin.
Namun demikian, kondisi berbeda justru terlihat di Maluku dan Papua, yang mengalami peningkatan baik dari segi jumlah maupun persentase penduduk miskin.
“Nah, kecuali di Maluku dan Papua yang persentase dan jumlah kemiskinannya mengalami peningkatan,” kata Ateng.
Ketimpangan juga terlihat dari data kemiskinan antara kawasan perkotaan dan pedesaan. Pada Maret 2025, angka kemiskinan di kota tercatat sebesar 6,73 persen, sementara di desa mencapai 11,03 persen.
Meskipun desa mencatat tingkat kemiskinan lebih tinggi, tren menunjukkan adanya perbaikan. Tingkat kemiskinan pedesaan turun sebesar 0,31 persen poin, sementara di kota justru naik 0,07 persen poin dalam periode yang sama.
BPS juga mencatat perbedaan mencolok dalam indeks kedalaman (P1) dan keparahan kemiskinan (P2). Di kota, indeks P1 meningkat, menandakan bahwa pengeluaran penduduk miskin semakin menjauh dari garis kemiskinan.
Sebaliknya, di desa justru mengalami perbaikan, dengan P1 yang menurun. Tren serupa terjadi pada indeks P2, di mana perkotaan menghadapi tantangan distribusi kesejahteraan yang lebih berat.
"Nah, yang menariknya, jika kita lihat berdasarkan wilayahnya, indeks kedalaman kemiskinan pada Maret 2025 di perkotaan mengalami peningkatan," pungkas Ateng.
Kondisi ini memperlihatkan bahwa tantangan dalam menanggulangi kemiskinan di Indonesia kini semakin bergeser: dari sekadar mengurangi jumlah, menjadi memastikan pemerataan dan kedalaman kesejahteraan di setiap daerah.
[Redaktur: Rinrinn Khaltarina]