WahanaNews.co | Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mendorong percepatan dan efektivitas pemanfaatan anggaran ketahanan pangan dalam rangka memitigasi risiko inflasi yang berasal dari bahan pangan agar semakin menekan inflasi pangan bergejolak atau volatile food.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Febrio Kacaribu mengatakan, inflasi volatile food pada Agustus 2022 telah mengalami penurunan ke level 8,93 persen (yoy) dari 11,47 persen pada bulan sebelumnya.
Baca Juga:
Wamenkeu Suahasil: Sektor Keuangan Jadi Game Changer Pembangunan Indonesia
“Untuk memitigasi risiko inflasi yang berasal dari bahan pangan maka pemerintah akan mendorong percepatan dan efektivitas pemanfaatan anggaran ketahanan pangan,” katanya di Jakarta, Jumat (2/9/2022).
Febrio menjelaskan, penurunan inflasi volatile food pada Agustus sendiri terjadi karena normalnya pasokan produk hortikultura seiring membaiknya panen di daerah-daerah sentra produsen pangan.
“Harga minyak goreng juga mencatatkan penurunan seiring harga CPO yang melambat,” ujarnya.
Baca Juga:
Selenggarakan Forum Bakohumas, Kemenkeu Tekankan Langkah-langkah Pengelolaan Anggaran Jelang Akhir Tahun
Di sisi lain, untuk inflasi harga diatur pemerintah atau administered price pada Agustus 2022 sedikit meningkat ke 6,84 persen (yoy) dari realisasi Juli yang sebesar 6,51 persen.
Meski demikian, tarif angkutan udara mengalami penurunan seiring dengan penurunan harga avtur dan pembebasan tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk pendaratan dan penyimpanan pesawat di bandara.
Menurutnya, anggaran subsidi dan kompensasi energi yang terus meningkat sejak 2020 telah melindungi daya beli masyarakat dan menjaga momentum pemulihan ekonomi.
Sementara itu, inflasi inti pun turut mengalami kenaikan pada Agustus 2022 yaitu sebesar 3,04 persen (yoy) dari Juli yang sebesar 2,86 persen.
Inflasi inti terjadi pada hampir seluruh kelompok barang dan jasa seperti sandang, layanan perumahan, pendidikan, rekreasi dan penyediaan makanan dan minuman/restoran.
“Meningkatnya inflasi inti ini menunjukkan pemulihan daya beli masyarakat yang semakin kuat,” tegasnya.
Secara umum, inflasi pada Agustus 2022 tercatat 4,69 persen (yoy) yang berhasil turun dibandingkan posisi Juli sebesar 4,94 persen (yoy).
Secara bulanan, Agustus 2022 mencatatkan deflasi sebesar 0,21 persen yang merupakan deflasi terbesar sejak September 2019.
Febrio menegaskan koordinasi dan sinergi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah sangat diperlukan untuk mengatasi risiko inflasi ke depan.
Beberapa kebijakan yang akan dilakukan adalah kerja sama perdagangan untuk menjaga keseimbangan suply dan demand antardaerah serta percepatan penyaluran APBD.
“Dari sisi suplai pemerintah akan terus memastikan faktor kelancaran pasokan dan distribusi terutama untuk energi dan pangan,” ujarnya.
Dana Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) juga dapat berkontribusi untuk pengendalian inflasi di daerah yaitu untuk ketahanan pangan serta pembangunan jalan sekaligus jembatan sehingga memperlancar pasokan dan distribusi barang.
“Dari sisi permintaan pemerintah juga akan kolaborasi dengan otoritas terkait,” tegasnya.[mga]