WAHANANEWS.CO, Jakarta - Tahun 2024 menjadi tahun yang penuh tantangan bagi sejumlah perusahaan besar yang terpaksa gulung tikar akibat tekanan ekonomi global.
Ketidakstabilan makroekonomi di berbagai negara berdampak pada daya beli masyarakat, menyebabkan banyak bisnis kesulitan menjaga pendapatan dan profitabilitasnya.
Baca Juga:
Bangkrut! Joann Inc. Tutup 800 Toko Setelah 82 Tahun Beroperasi
Berdasarkan laporan CNN International yang mengutip data dari perusahaan penempatan kerja Challenger, Gray & Christmas, sedikitnya 19 perusahaan telah mengajukan kebangkrutan, berdampak pada pemutusan hubungan kerja terhadap sekitar 14.000 karyawan.
Di sektor ritel, jumlah toko yang tutup mengalami lonjakan signifikan. Tren belanja konsumen yang meningkat tajam pada 2021 dan 2022 kini mereda, membuat permintaan terhadap barang seperti furnitur, elektronik, dan pakaian menurun drastis.
CoreSight Research melaporkan bahwa hingga akhir November, lebih dari 7.100 toko telah ditutup, meningkat 69% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Baca Juga:
KSP3 Nias Diisukan Bangkrut, Ketua Pengurus: Tidak Benar, Kegiatan Berjalan Normal
Namun, mengajukan kebangkrutan tidak selalu berarti perusahaan akan sepenuhnya berhenti beroperasi.
Beberapa perusahaan memanfaatkan proses ini untuk merestrukturisasi utang, menutup gerai yang kurang menguntungkan, dan menyusun strategi baru guna bertahan di industri masing-masing.
Berikut beberapa perusahaan besar yang mengalami kebangkrutan pada 2024:
• Big Lots
Pengecer diskon ini mengajukan kebangkrutan pada September setelah menyatakan ada "keraguan besar" terhadap kelangsungan bisnisnya.
Kesepakatan penjualan kepada firma ekuitas swasta gagal, menyebabkan Big Lots harus menutup 963 toko yang tersisa.
• Bowflex
Perusahaan peralatan gym rumahan ini mengajukan kebangkrutan pada Maret dan kemudian diakuisisi oleh perusahaan asal Taiwan seharga US$37,5 juta dalam bentuk tunai.
• Express
Merek fashion yang dulu populer di pusat perbelanjaan ini bangkrut pada April akibat kesalahan strategi produk. Hampir 100 gerai ditutup, sementara merek ini dijual kepada konsorsium yang dipimpin WHP Global pada Juni.
• Joann
Pengecer kain dan kerajinan berusia 81 tahun ini mengajukan kebangkrutan pada Maret akibat melemahnya daya beli konsumen. Meskipun demikian, perusahaan tetap mempertahankan 850 tokonya setelah merestrukturisasi utang.
• LL Flooring
Dulu dikenal sebagai Lumber Liquidators, pengecer perlengkapan rumah ini mengajukan kebangkrutan pada Agustus. Lesunya pasar renovasi rumah dan properti membuat perusahaan ini terpaksa menutup 94 gerai sebelum akhirnya diselamatkan oleh firma ekuitas swasta.
• Party City
Pengecer perlengkapan pesta ini mengalami tekanan finansial akibat inflasi dan utang besar senilai US$800 juta. Perusahaan mengajukan kebangkrutan pada Desember dan akan menutup sekitar 700 toko pada awal 2025.
• Red Lobster
Jaringan restoran seafood terbesar di dunia ini mengajukan kebangkrutan pada Mei akibat kurangnya investasi dalam pemasaran, layanan, dan perbaikan restoran. Lebih dari 100 lokasi ditutup sebelum perusahaan mendapatkan pemilik dan manajemen baru yang kini berupaya membangkitkan kembali bisnisnya.
• Spirit Airlines
Maskapai penerbangan berbiaya rendah ini mengalami kebangkrutan pada November akibat utang yang besar, persaingan ketat, dan kegagalan merger dengan maskapai lain.
Namun, melalui negosiasi dengan kreditur, Spirit berharap bisa keluar dari kebangkrutan dengan kondisi keuangan yang lebih stabil tahun depan.
• Stoli
Produsen vodka ternama ini mengajukan kebangkrutan pada Desember akibat menurunnya permintaan minuman keras, serangan siber besar yang mengganggu operasional, serta sengketa hukum berkepanjangan dengan Rusia.
• TGI Fridays
Jaringan restoran kasual ini bangkrut pada November setelah bertahun-tahun mengalami penurunan jumlah pelanggan. Pandemi Covid-19 disebut sebagai faktor utama yang mempersulit kondisi keuangan mereka.
• True Value
Merek toko peralatan rumah tangga berusia 75 tahun ini bangkrut pada Oktober akibat pasar perumahan yang lesu dan turunnya permintaan barang diskresioner. Sebagian besar operasionalnya kini dijual kepada pesaing.
• Tupperware
Merek legendaris penyimpanan makanan ini mengajukan kebangkrutan pada September setelah menghadapi penurunan popularitas dan masalah keuangan bertahun-tahun.
Namun, Tupperware berhasil selamat setelah kesepakatan restrukturisasi utang senilai US$86,5 juta disetujui pengadilan.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]