WahanaNews.co | Bank Dunia tidak akan memberikan bantuan pembiayaan baru ke Sri Lanka hingga negara itu memiliki kerangka kebijakan ekonomi makro yang memadai.
Dalam hal ini, Bank Dunia mengatakan Sri Lanka perlu mengadopsi reformasi struktural yang fokus pada stabilisasi ekonomi serta mengatasi akar penyebab negara itu kekurangan devisa hingga berdampak pada kurangnya makanan dan obat-obatan.
Baca Juga:
3 Faktor Ini Bikin Rupiah Loyo ke Level Rp15.500, Dolar AS Terus Menguat
Langkah ini dinilai penting untuk memastikan pemulihan dan pembangunan negara tersebut di masa depan yang tangguh dan inklusif.
"Sampai kerangka kebijakan ekonomi makro yang memadai tersedia, Bank Dunia tidak berencana untuk menawarkan pembiayaan baru ke Sri Lanka," ujar Bank Dunia dalam pernyataan resmi di situsnya, dikutip Jumat (29/7).
Bank Dunia mengaku prihatin dengan situasi ekonomi Sri Lanka saat ini. Lembaga itu sebelumnya telah mencairkan dana sekitar US$160 juta untuk membantu Sri Lanka mengatasi krisis barang-barang penting seperti obat-obatan, gas memasak, pupuk, makanan untuk anak sekolah. Dana juga diberikan dalam bentuk bantuan tunai untuk rumah tangga miskin dan rentan.
Baca Juga:
Begini Sejarah Dolar AS yang Kini Jadi Mata Uang Patokan di Dunia
"Kami menggunakan kembali sumber daya di bawah pinjaman yang ada dalam portofolio kami. Hingga saat ini, sekitar US$160 juta dari dana tersebut telah dicairkan untuk memenuhi kebutuhan mendesak," ujar Bank Dunia.
Selain itu, proyek lain yang sedang berjalan terus dilakukan untuk mendukung layanan dasar, pengiriman obat-obatan, perlengkapan medis, makanan sekolah dan keringanan biaya kuliah.
Bank Dunia juga akan bekerja sama dengan lembaga pelaksana untuk membangun kontrol yang kuat dan pengawasan fidusia untuk memastikan distribusi dana menjangkau warga yang termiskin dan paling rentan.
"Kami akan terus memantau ini dengan cermat. Kami juga berkoordinasi erat dengan mitra pembangunan lainnya untuk memaksimalkan dampak dukungan kami bagi masyarakat Sri Lanka," ujar Bank Dunia.
Mengutip Reuters, mantan Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa pernah mengatakan bahwa Bank Dunia akan merestrukturisasi 17 proyek yang ada dan lebih banyak bantuan akan menyusul setelah negosiasi dengan Dana Moneter Internasional mengenai pinjaman pembiayaan.
Sri Lanka diklaim bangkrut karena gagal membayar utang luar negeri (ULN) yang mencapai US$51 miliar atau Rp754,8 triliun (asumsi kurs Rp14.800 per dolar AS).
Kondisi ekonomi Sri Lanka yang semakin memburuk hingga membuat pemerintah memutuskan untuk menutup sekolah dan menghentikan layanan pemerintahan untuk menghemat cadangan bahan bakar yang hampir habis.[zbr]