WahanaNews.co | Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) minta agar Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk membentuk pengawas perlindungan konsumen properti.
Berdasarkan jumlah aduan konsumen individu sepanjang 2022, sektor perumahan menempati posisi keempat dengan angka 7,3 persen. Persentase ini menunjukkan 64 individu dari total 882 keluhan melapor pada YLKI terkait masalah perumahan.
Baca Juga:
Toko Ken, Distributor Resmi YKK AP untuk Kusen Aluminium Kini Hadir di Serpong
Secara rinci masalah terbesar dari perumahan adalah refund atau pengembalian dana sebesar 27 persen, diikuti pembangunan mangkrak 21 persen, dokumen yang tidak terpenuhi 15 persen, dan lainnya.
"Struktur Kementerian PUPR saat ini belum ada fungsi yang mengurusi masalah perlindungan konsumen. Ini kami dorong supaya di struktur Kementerian PUPR, utamanya Direktorat Perumahan itu ada bagian yang secara khusus bertugas di perlindungan konsumen," ujar Pengurus YLKI Sudaryarmo saat konferensi pers daring, Jumat (20/1).
Selain itu, menurutnya, berdasarkan UU Np 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen, mestinya kementerian sektoral harus membuat peraturan teknis terkait perlindungan konsumen,
Baca Juga:
Berikut 5 Cara Jitu Menghilangkan Jamur pada Dinding Beton
"Kementerian PUPR mestinya mengeluarkan aturan atau pedoman teknis perlindungan konsumen di sektor perumahan, dan ini jadi acuan bagi pengembang dan konsumen ketika membeli properti dan ada masalah," ungkapnya, melansir CNN Indonesia, Minggu (22/1).
Sudaryarmo mengungkapkan persoalan dalam bidang perumahan selama 10 tahun terakhir terus berulang. Bahkan, lima tahun belakangan keluhan terkait perumahan selalu masuk dalam lima besar. Salah satu alasannya adalah praktik pre-project selling yang marak dilakukan.
"Jadi developer bisa jual rumah sebelum unit itu jadi. Ini yang banyak menimbulkan persoalan. Titik kritisnya ada di pemasaran dan jaminan hukum, konstruksi, dan pembangunan, ini konsumen minim perlindungan," paparnya.