WahanaNews.co | Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) terus konsisten berupaya agar Sistem Resi Gudang (SRG) dapat berkembang.
Pada mulanya, SRG fokus menjamin ketersediaan pasokan komoditas, khususnya bahan pangan dalam negeri. Namun dalam beberapa tahun terakhir, SRG terbukti mampu rebranding ulang berorientasi ekspor ke pasar global.
Baca Juga:
Pemkab Paluta Memastikan Ketersediaan Stok Komoditi di Gudang Perum Bulog Kantor Cabang Padangsidimpuan
Selain masyarakat mudah mendapatkan barang kebutuhan pokok dengan harga terjangkau, para pelaku usaha juga dapat menjual komoditasnya go global dengan mekanisme penyimpanan komoditas pada SRG.
Demikian disampaikan Sekretaris Bappebti Olvy Andrianita dalam pembukaan Diskusi Kelompok
Terpumpun (DKT) atau Focus Group Discussion (FGD) di Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada Kamis lalu (15/6).
Diskusi digelar Bappebti dengan menggandeng PT Kliring Berjangka Indonesia (KBI) dan mengusung tema “Transformasi Gudang SRG: Meningkatkan Efisiensi dan Akses Pasar”.
Baca Juga:
Bappebti Terbitkan Perba No 5 Tahun 2024
"Kementerian Perdagangan berusaha memberikan ruang lebih luas kepada seluruh pemangku kepentingan untuk menggunakan komoditas yang lebih bervariasi.
Melalui agenda kali ini, diharapkan Bappebti dapat menghimpun masukan dan rumusan yang konkret dalam penguatan fungsi dan peran SRG. Hal ini bertujuan meningkatkan perekonomian nasional dan akselerasi perdagangan melalui penguatan ketersediaan kebutuhan dalam negeri dan peningkatan ekspor," ujar Olvy.
Olvy menyebut, pertemuan ini merupakan forum yang tepat karena dihadiri praktisi, pemangku kepentingan di bidang dalam negeri dan ekspor, serta pengawas.
Dengan demikian, mampu dihasilkan hal-hal positif yang dapat dijadikan pijakan dalam merumuskan teknis terkait SRG.
”Terkait kebijakan, saat ini, Bappebti tengah memproses harmonisasi untuk merevisi Peraturan Menteri Perdagangan terkait SRG. Dalam Peraturan Menteri yang berlaku saat ini, terdapat 20 komoditas yang tercakup, yaitu gabah, beras, jagung, kopi, kakao, lada, karet, rumput laut,
rotan, garam, gambir, teh, kopra, timah, bawang merah, ikan, pala, ayam beku karkas, gula kristal
putih, dan kedelai. Nantinya, akan ditambahkan tembakau dan kayu manis sehingga menjadi total
22 komoditas yang diregulasi Bappebti,” imbuh Olvy.
DKT tersebut termasuk dalam rangkaian kegiatan Bulan Literasi SRG yang berlangsung selama sebulan (22 Mei--22 Juni 2023).
Bulan Literasi SRG telah dibuka Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga secara resmi di Subang, Jawa Barat beberapa waktu lalu.
Olvy memandang, pemanfaatan SRG sebagai mekanisme pembiayaan berbasis komoditas dapat mendukung kegiatan eksportir komoditas yang telah dapat diresigudangkan.
Saat ini, telah muncul pengelola gudang dan pelaku SRG yang merupakan pelaku ekspor atau eksportir untuk beberapa komoditas, seperti kopi, rumput laut, beras organik, ikan, dan timah.
Komoditas yang disimpan dapat dijadikan pembiayaan sehingga aktivitas perusahaan dapat tetap
berjalan. Hal ini diharapkan dapat diterapkan pelaku usaha lain dalam meningkatkan kinerja perusahaan.
Sebagai contoh terkini, pada pembukaan Bulan Literasi SRG, Wamendag Jerry melepas ekspor
19,2 ton kopi robusta dari gudang SRG Kabupaten Subang ke Mesir dan Libanon serta melepas ekspor 9.5 ton kakap Angkoli dari gudang SRG Kabupaten Probolinggo ke Australia.
Di samping itu, kisah sukses ekspor komoditas dari gudang SRG juga terjadi di beberapa daerah, yaitu Aceh (kopi), Jawa Timur (ikan dan rumput laut), Jawa Tengah (beras dan timah), Jawa Barat (kopi), Sulawesi Selatan (ikan dan rumput laut), Sumatera Barat (gambir), dan Kepulauan Bangka (timah).
Pengalaman tersebut menunjukkan SRG bukan hanya sebagai sarana tunda jual, tetapi juga dapat memberikan solusi peningkatan ekspor dan memastikan komoditas Indonesia dapat menduduki tempat yang baik di pasar global.
Olvy memandang, beragam permasalahan dihadapi pelaksanaan SRG. Mulai dari SRG yang saat ini
baru mengakomodasi 20 komoditas, lokasi implementasi SRG perlu diperluas, perlunya pembiayaan yang cepat dan ekonomis, dukungan pemerintah daerah yang belum maksimal, hingga perlunya meningkatkan peran badan pengawas yang melingkupi setiap penjuru Indonesia.
”Persoalan ini tentu memerlukan koordinasi dan tindak lanjut yang berkesinambungan antarinstansi yang terlibat. Melalui DKT dengan seluruh pemangku kepentingan, Bappebti dapat memperoleh masukan dan saran serta rumusan untuk mengakselerasi implementasi SRG
di Indonesia,” pungkas Olvy. [jp/jup]