WahanaNews.co, Jakarta - Belakangan ini uang mutilasi dengan besaran Rp 100 ribu viral di jagat maya. Uang mutilasi adalah lembaran uang kertas asli yang disobek, lalu ditempeli atau digabung dengan uang palsu.
“Jika tidak teliti, maka warga bisa diperdaya karena nomor seri dalam gabungan selembar uang itu tentunya berbeda,” demikian dikutip dari akun @Heraloebss, Kamis (7/9/2023).
Baca Juga:
Maaf, Uang Rp10 Ribu Bergambar Sultan Mahmud Badaruddin II Tak Bisa Lagi Ditukar
Terkait hal ini, Bank Indonesia (BI) mengingatkan masyarakat untuk tetap waspada. Marlison Hakim, yang menjabat sebagai Kepala Departemen Pengelolaan Uang di BI, menjelaskan bahwa jika uang tersebut memang merupakan uang yang telah mengalami mutilasi, yaitu campuran uang asli dan uang palsu atau uang yang memiliki keraguan akan keasliannya, maka hal tersebut termasuk dalam kategori tindakan yang merusak mata uang Rupiah, sesuai dengan Pasal 25 Ayat (1) Undang-Undang Mata Uang Nomor 7 Tahun 2011.
“Yang dimaksud dengan 'merusak' adalah mengubah bentuk, atau mengubah ukuran fisik dari aslinya, antara lain membakar, melubangi, menghilangkan sebagian, atau merobek,” kata Marlison, mengutip Kumparan (8/9/2023).
Dalam hal ini, uang yang dirusak secara sengaja tidak sah untuk digunakan dalam transaksi. Dia bilang jika masyarakat menemukan uang mutilasi, bisa mendatangani Bank Indonesia cabang terdekat untuk memastikan keasliannya.
Baca Juga:
Modus TTPU Terpidana Mati Kasus Narkotika Dibeberkan Bareskrim
“Bank Indonesia mengimbau masyarakat untuk tetap memerhatikan desain uang rupiah,” ujarnya.
Sesuai aturan, Marlison menjelaskan, Pertama, perbuatan mutilasi uang rupiah jelas merupakan perbuatan merusak uang Rupiah yang merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 25 Undang-Undang Mata Uang (UU No.7/2011), bahwa setiap orang dilarang merusak, memotong, menghancurkan, dan/atau mengubah rupiah dengan maksud merendahkan kehormatan rupiah sebagai simbol negara.
Ancaman sanksi atas perbuatan tersebut adalah pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Rp 1 miliar.