WahanaNews.co | Bendungan Sadawarna merupakan salah satu proyek strategis nasional (PSN) di bidang sumber daya air yang terletak di Desa Sadawarna, Kecamatan Cibogo, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat.
Proyek ini menjadi bendungan ke-5 di Jawa Barat yang telah selesai dan diresmikan sejak 2014. Dibangun setinggi 40 meter dengan panjang 933 meter, bendungan Sadawarna membendung Daerah Aliran Sungai (DAS) Cipunegara yang mengalir sepanjang 137 Km.
Baca Juga:
Buntut Kritik PSN PIK 2, Said Didu Penuhi Panggilan Polisi
Berhulu dari mata air di Pegunungan Bandung Utara dan bermuara ke Laut Jawa, sungai ini mengaliri Kabupaten Sumedang, Subang dan Indramayu.
Pembangunan total area bendungan menelan anggaran sebanyak Rp2,65 triliun, memiliki kapasitas tampung hingga 70,86 juta m3, dengan luas area genangan bendungan sebesar 681,48 Ha.
Proyek strategis ini digadang mampu membantu mengatasi masalah banjir di hilir DAS Cipunegara, serta memberi pasokan irigasi dan air baku bagi lahan-lahan pertanian di Kabupaten Subang dan Indramayu.
Baca Juga:
Pemko Batam Bahas Update Investasi dan Pengembangan PSN Kawasan Industri Tanjung Sauh
Dalam realisasinya, dibutuhkan pembebasan sejumlah lahan yang terdiri dari tanah masyarakat, hutan, tanah kas desa, wakaf dan sebagainya.
Dalam hal ini, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) bekerja sama dengan Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) dalam proses pembebasan lahan tersebut.
LMAN merupakan salah satu special mission vehicle di bawah Kementerian Keuangan yang salah satu fungsinya untuk membantu pemerintah dalam penyediaan lahan untuk pembangunan infrastruktur.
Hingga saat ini, LMAN telah mengalokasikan dana sebesar Rp790 miliar untuk proyek ini. Melalui skema tersebut, uang kita hadir dan dimanfaatkan untuk memberi hak ganti kerugian warga yang lahannya terdampak pembangunan PSN Bendungan Sadawarna.
Kepala Unit Pengelola Bendungan (UPB) Sadawarna, Maman Sulaeman, mengatakan bahwa proses pembebasan lahan warga untuk pembangunan proyek ini tak semudah membalik telapak tangan. Ia mengungkapkan bahwa proses pendekatan ke warga dilaksanakan secara humanis melibatkan warga, tokoh serta perangkat desa terdampak.
Senada, Kepala Desa Cibalandong Jaya, Lili Maulana mengatakan kendala yang ada langsung diselesaikan pihaknya bersama dengan BBWS Citarum dan LMAN dengan terus mengadakan sosialisasi ke warga terdampak menggunakan skema penggantian hak berupa penyaluran uang ganti rugi (UGR).
”Pro-kontra itu pasti ada. Saat itu lebih karena kesalahpahaman terkait proses penggantian haknya apakah tukar guling atau berupa uang langsung,” jelas Lili Maulana.
Dengan kerja sama dan koordinasi yang baik antarpihak, proses penyaluran UGR dapat berjalan relatif mulus dan lancar. Para warga terdampak juga mengungkapkan rasa syukurnya karena hasil dari UGR itu membawa keuntungan bagi warga, seperti dapat digunakan untuk merenovasi rumah, membangun tempat ibadah, menambah lahan garapan, membeli truk untuk mengangkut hasil panen, hingga untuk ditabung.
Bendungan Sadawarna merupakan bendungan multiguna dengan konsep green, natural, recycle dam. Artinya, infrastruktur publik ini dibangun menggunakan prinsip-prinsip berbasis lingkungan berkelanjutan. Bendungan ini diharapkan dapat berfungsi untuk mereduksi banjir, pengaliran irigasi dan penyediaan air baku.
Dari ketiganya, manfaat yang dapat dirasakan baru berupa pengaturan debit air untuk pengurangan risiko banjir. Puncak debit banjir yang mengalir ke muara di daerah Pamanukan telah berhasil tereduksi sebesar 25,5 persen.
Selain dari tiga fungsi utamanya di atas, komplek fasilitas pendukung aset ini juga dilengkapi dengan laboratorium mekanika tanah dan geoteknik secara mandiri. Fasilitas ini tak hanya mampu mengurangi waktu pengetesan untuk kebutuhan sendiri, tapi juga dimanfaatkan untuk bendungan lainnya.
Maman mengaku bahwa UPB Sadawarna telah menerima kunjungan beberapa pihak yang memanfaatkan fasilitas ini. Selain sebagai wahana edukasi, pengelolaan bendungan ini juga memiliki potensi pariwisata tinggi. [jp/jup]