WAHANANEWS.CO, Jakarta - Sepertinya terdapat potensi kuat bahwa proyek RDF Plant Rorotan akan gagal mencapai target pengolahan 2.500 ton sampah per hari serta produksi 875 ton briket RDF per hari, sehingga berisiko menimbulkan kerugian negara. Di sisi lain, pembatalan atau penundaan proyek PLTSa (ITF) Sunter sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) juga diduga mengandung indikasi pelanggaran hukum dan perbuatan melawan hukum (PMH).							
						
							
							
								Potensi kegagalan RDF Plant Rorotan diperkirakan disebabkan oleh berbagai kendala teknis dan operasional, antara lain adanya potensi keterbatasan armada pengangkut sampah, masalah bau, serta potensi inefisiensi dalam proses pemilahan sampah. Selain itu, terdapat potensi polusi udara dan bau yang timbul dari proses pembakaran. Di sisi lain, kemungkinan munculnya kembali penolakan masyarakat sekitar akibat kekhawatiran terhadap dampak lingkungan dan kesehatan juga semakin memperbesar risiko kegagalan proyek ini.							
						
							
								
									
									
										Baca Juga:
										DKPP Jatuhkan Peringatan Keras, KPK Telusuri Dugaan Korupsi Sewa Private Jet Rp46 Miliar di KPU
									
									
										
											
										
									
								
							
							
								Apabila target pengolahan dan produksi tidak tercapai, maka penggunaan dana publik sebesar Rp1,2 triliun untuk proyek RDF Plant Rorotan berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara. Oleh karena itu, publik perlu terlibat aktif dalam pengawasan dan advokasi, termasuk melaporkan dugaan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) kepada KPK.							
						
							
							
								Atas dasar uraian tersebut di atas, saya menyimpulkan bahwa keterlibatan aktif publik dalam pengawasan dan advokasi pengelolaan sampah di Jakarta merupakan hal yang mutlak. Isu ini sangat krusial karena menyangkut kelangsungan hidup masyarakat, kesehatan publik, serta keberlanjutan lingkungan hidup di Ibu Kota.							
						
							
							
								Salah satu wujud nyata kepedulian publik adalah keberanian melaporkan dugaan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), khususnya apabila terdapat indikasi atau potensi kerugian keuangan negara. Dalam hal ini, apabila tidak ada pihak yang mengambil inisiatif, saya pribadi siap mempertimbangkan kemungkinan untuk menindaklanjutinya. 							
						
							
								
									
									
										Baca Juga:
										Kasus Pemerasan Izin Tenaga Kerja Asing, Eks Sekjen Kemnaker Jadi Tersangka ke-9
									
									
										
									
								
							
							
								Dalam konteks ini, sambil menunggu hasil beroperasinya RDF Plant Rorotan secara resmi, saya sedang mendalami aspek hukum dan teknis proyek tersebut, serta pembatalan atau penundaan proyek PLTSa (ITF) Sunter di Jakarta Utara. Apabila nantinya ditemukan indikasi pelanggaran hukum atau potensi kerugian negara, saya akan mempertimbangkan untuk melaporkannya secara resmi kepada KPK sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.							
						
							
							
								Dugaan Pelanggaran Hukum dan Dugaan Perbuatan Melawan Hukum (PMH)							
						
							
							
								Pada artikel kedua dari lima tulisan saya sebelumnya yang diposting di akun Facebook pribadi pada tanggal 21 Oktober, telah saya uraikan secara rinci dalam tulisan berjudul “Pembatalan ITF Sunter, Dugaan Pelanggaran Hukum, dan RDF Rorotan: Eks Pj Gubernur Heru dan Kadis LH Asep Perlu Jelaskan, Pramono–Rano Perlu Hati-Hati!” Sementara itu, artikel dengan judul di atas merupakan bagian keenam dari keseluruhan rangkaian tulisan saya tersebut.