WahanaNews.co | Maraknya aksi kejahatan siber terutama di bidang layanan fintech lending perlu diantisipasi secara cermat oleh konsumen.
Co-Founder & CEO Investree Adrian Gunadi mengatakan, masyarakat semakin banyak yang memanfaatkan layanan keuangan digital. Karenanya, kesadaran tentang hak dan kewajiban serta upaya perlindungan konsumen harus terus dikomunikasikan.
Baca Juga:
Rontoknya Raksasa Fintech, Investree Hadapi Likuidasi Usai Pencabutan Izin OJK
“Selain mengetahui layanan keuangan yang tepat dan legal, pengguna juga harus melakukan asesmen keuangan pribadi sebelum menggunakan layanan keuangan,” papar Adrian dalam keterangan resmi, dikutip Senin (25/4/2022).
Ia menambahkan, sangat penting bagi konsumen untuk mengetahui hak dan kewajibannya sebelum mulai menggunakan fintech.
Konsumen sebaiknya bijak dalam memilih platform fintech lending untuk mengajukan pinjaman maupun melakukan pendanaan, dengan mencari informasi sebanyak-banyaknya melalui situs dan kanal media sosial resmi. Selain itu, konsumen juga perlu mengecek status izin dan terdaftarnya fintech lending di OJK melalui situs www.cekfintech.id.
Baca Juga:
OJK: Generasi Z dan Milenial Picu Lonjakan Kredit Macet di Fintech
Sementara itu, bagi konsumen yang ingin menjadi borrower, mereka harus mempertimbangkan alasan untuk mengakses pinjaman dan melakukan asesmen keuangan pribadi.
Caranya dengan mempertimbangkan kebutuhan pinjaman dengan tenggat waktu pembayaran. “Dengan demikian, konsumen dapat memperoleh manfaat pasti bagi kebutuhan mereka serta bisa merencanakan pembayaran pinjaman secara cermat untuk menghindari risiko gagal bayar,” imbuh Adrian.
Sedangkan bagi konsumen yang ingin menjadi lender, penting untuk memperhatikan profil risiko yang cocok dengan preferensi masing-masing, misalnya konservatif, moderat, atau agresif. Profil risiko ini membedakan tipe produk pendanaan yang dapat dipilih oleh konsumen.
Untuk konsumen yang memilih profil risiko konservatif hingga moderat, dapat mencoba produk investasi berupa deposito atau produk SBN (ORI dan SBR) yang memiliki imbal hasil flat setiap bulannya, atau reksa dana hingga produk SBSN (Sukuk Ritel dan Sukuk Tabungan) dengan imbal hasil mengambang.
“Menyesuaikan pilihan instrumen investasi dengan profil risiko masing-masing akan membantu konsumen untuk mencapai tujuan keuangan mereka secara aman dengan meminimalisasi kerugian,” tutup Adrian. [qnt]