WahanaNews.co, Jakarta - Bos PT Len Industri (Persero) selaku induk holding BUMN Pertahanan (Defend ID) Bobby Rasyidin mengklaim anggaran pertahanan Indonesia masih kecil dibandingkan negara di kawasan.
Padahal, konflik geopolitik sedang memanas, termasuk pecahnya perang Israel-Palestina.
Baca Juga:
Mabes TNI Kirim Prajurit Terbaiknya Ikuti Latihan Integrasi Di Australia
"Anggaran pertahanan kita sekarang ini masih relatif kecil dibanding negara-negara regional maupun yang sepantaran dengan Indonesia," katanya dalam Ngopi BUMN di Kementerian BUMN, Jakarta Pusat, Selasa (10/10/23).
"Setiap tahun itu anggaran pertahanan hanya 0,7 persen-0,8 persen dari gross domestic product (GDP), negara lain rata-rata sudah 2 persen-3 persen. Apalagi ketika situasi geopolitik sangat memanas ini, negara lain menaikkan anggaran pertahanan," sambung Bobby.
Terlepas dari itu, Bobby menyebut kehadiran holding BUMN pertahanan Defend ID mampu menaikkan penyerapan anggaran pertahanan. Mulanya, perusahaan pelat merah di bidang pertahanan hanya sanggup menyerap 20 persen, lalu naik ke 40 persen saat ini.
Baca Juga:
Panglima TNI Tinjau Kesiapan Puncak Peringatan HUT Ke-79 TNI di Monas
Ia menargetkan Defend ID bisa menyerap 50 persen anggaran pertahanan Indonesia di akhir 2023 ini. Target ini kemudian diharapkan naik ke 60 persen pada akhir tahun depan.
Di lain sisi, Presiden Joko Widodo sering menyinggung biaya untuk urusan pertahanan yang dianggap menyedot Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Padahal, APBN Indonesia terbatas.
"Tapi keuangan negara, anggaran negara, APBN kita sangat terbatas dan untuk kebutuhan kesejahteraan rakyat sangatlah besar. Sehingga belanja alat utama sistem senjata (alutsista) harus dilakukan dengan bijak, baik besarannya maupun peruntukannya," ujar Jokowi saat bertindak sebagai inspektur upacara dalam HUT ke-78 TNI di Monumen Nasional, Jakarta Pusat, Kamis (5/10).
Terlepas dari permintaan Jokowi agar belanja alutsista hati-hati, dunia saat ini memang tidak baik-baik saja.
Israel resmi menyatakan perang dengan Palestina usai mereka dihujani roket serangan Hamas pada Sabtu (7/10).
Pernyataan perang Israel disepakati kabinet hanya beberapa jam usai serangan Hamas. Ini adalah yang pertama kali dideklarasikan dalam 50 tahun terakhir sejak 1973, di mana kala itu terjadi Perang Yom Kippur.
Mengutip CNN, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bersumpah negaranya akan melakukan "balas dendam besar" atas serangan yang dilakukan pasukan Hamas. Ia juga bersiap untuk "perang yang panjang dan sulit".
Hingga Minggu (8/10), setidaknya 700 orang di Israel tewas dan lebih dari 2.000 jiwa terluka akibat serangan Hamas. Sementara itu, 400 warga Palestina di Gaza tewas terkena serangan balasan Israel via udara yang menyasar wilayah padat penduduk.
[Redaktur: Sandy]