WahanaNews.co, Jakarta - Raksasa pengembang properti China, Country Garden, menerima petisi likuidasi dari seorang kreditur karena gagal membayar utang.
Petisi tersebut diajukan oleh Ever Credit Limited, yang telah meminjamkan fasilitas pinjaman berjangka kepada Country Garden senilai 1,6 miliar dolar Hong Kong atau setara Rp3,2 triliun (asumsi kurs Rp2.004 per dolar Hong Kong).
Baca Juga:
Korea Selatan Luncurkan Produk Pinjaman Hipotek KPR Dengan Jangka Waktu 50 Tahun
Kabar ini membuat saham-saham Country Garden jatuh lebih dari 12 persen.
Dilansir dari CNN Business, hal ini diungkap oleh perusahaan pengembang tersebut dalam pengajuan bursa saham pada Rabu (28/2/2024).
Kabar ini mencuat hanya sebulan setelah perusahaan properti saingannya, Evergrande, diperintahkan dilikuidasi oleh pengadilan Hong Kong.
Baca Juga:
Ternyata, Ada Peran China di Balik Gejolak Harga Minyak
Perintah tersebut muncul setelah Evergrande dan para kreditur luar negerinya gagal menyepakati cara merestrukturisasi utang perusahaan yang sangat besar dalam pembicaraan yang berlangsung selama 19 bulan.
Faktanya, masih banyak yang bertanya-tanya tentang bagaimana bangkrutnya Evergrande bakal mempengaruhi para investor, ribuan pekerja, dan para pembeli rumah yang sedang menanti-nanti apartemen mereka.
Adapun, Country Garden mengatakan bahwa mereka akan secara tegas menentang permohonan likuidasi, yang diajukan di Pengadilan Tinggi Hong Kong pada Selasa (27/2). Sementara sidang pengadilan telah ditetapkan pada 17 Mei 2024 mendatang.
Oktober lalu, sebuah forum bank-bank global dan para investor yang mengawasi pasar kredit swap (credit default swaps) menyatakan bahwa Country Garden telah gagal membayar utangnya setelah gagal melakukan pembayaran obligasi pada tenggat waktu terakhir di bulan tersebut.
Country Garden, yang dulunya merupakan pengembang perumahan terbesar di China, gagal membayar obligasi senilai US$500 juta atau setara Rp7,84 triliun (asumsi kurs Rp15.694 per dolar AS) karena mengalami krisis likuiditas.
Perusahaan ini sebelumnya telah memperingatkan para investor bahwa mereka bisa gagal membayar utang luar negerinya, setelah melaporkan penurunan penjualan yang semakin buruk.
Perekonomian China tertatih-tatih oleh penurunan sektor real estat sejak 2021, ketika tindakan keras pemerintah terhadap pinjaman pengembang memicu krisis likuiditas di sektor ini.
Pekan lalu, bank sentral negara itu memangkas suku bunga acuan hipotek dengan jumlah yang mencapai rekor. Hal ini dilakukan seiring dengan upaya untuk membendung krisis yang berkepanjangan.
Krisis itu ditandai dengan penurunan yang sedang berlangsung dalam investasi dan penjualan properti. Puluhan pengembang besar telah gagal membayar utang mereka.
[Redaktur: Sandy]