WAHANANEWS.CO, Banjarbaru - Di tengah gencarnya kampanye pemerintah untuk mendorong kemajuan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), kabar mengejutkan datang dari Banjarbaru.
Salah satu pelaku UMKM ternama di wilayah tersebut, Toko Mama Khas Banjar, terpaksa menutup usahanya akibat kasus hukum yang menjerat pemiliknya.
Baca Juga:
Kemendag Catat 1.657 Layanan Konsumen Sepanjang Triwulan I 2025
Penutupan ini menimbulkan keprihatinan, tidak hanya bagi pelanggan setia, tetapi juga para pegiat UMKM yang melihat kasus ini sebagai peringatan keras akan pentingnya pemenuhan regulasi.
Toko Mama Khas Banjar, yang selama ini dikenal luas sebagai penyedia olahan hasil laut dan sirup khas Kalimantan Selatan, resmi menghentikan seluruh operasionalnya sejak 1 Mei 2025.
Keputusan ini diambil setelah pemilik toko, Firli Norachim, terseret ke dalam pusaran kasus hukum.
Baca Juga:
Wujudkan Konsumen Cerdas Bertransaksi Digital, Kemendag Gelar Aksi Konsumen Cerdas Indonesia
Firli kini tengah menjalani proses persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Banjarbaru, menyusul laporan atas dugaan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Dalam penyelidikan, aparat kepolisian menemukan sejumlah produk yang dijual di toko milik Firli tidak mencantumkan label tanggal kedaluwarsa, yang merupakan kewajiban dasar dalam pengemasan produk makanan.
Penutupan toko ini disampaikan langsung oleh sang istri, Ani, yang kini harus memikul beban ganda sebagai ibu dari anak balita sekaligus menghadapi tekanan dari proses hukum suaminya.
“Menutup usaha yang kami bangun bersama dari nol ini adalah keputusan paling berat dalam hidup saya. Mental kami benar-benar runtuh. Suami saya adalah pilar utama usaha ini. Sekarang ia ditahan dan saya harus menghadapi semuanya sendirian. Saya benar-benar takut,” tutur Ani dalam keterangannya pada Rabu (7/5/2025).
Sejak penahanan Firli, Ani mengaku tak lagi sanggup melanjutkan kegiatan usaha.
Energinya sepenuhnya tersita untuk mengurus anak mereka yang masih berusia tiga tahun, sementara proses hukum yang dijalani sang suami masih berlangsung dan belum memperoleh keputusan tetap.
Toko Mama Khas Banjar sebelumnya merupakan salah satu UMKM yang berkembang cepat di Banjarbaru, dikenal karena produk-produk khasnya yang diminati masyarakat lokal maupun luar daerah.
Namun kini, nasib toko tersebut terpuruk karena permasalahan hukum yang berujung pada penyitaan produk.
Sebagai pelaku usaha kecil, Ani menyampaikan kekecewaannya terhadap perlakuan hukum yang dirasa kurang proporsional. Ia mempertanyakan sejauh mana perlindungan dan pembinaan terhadap UMKM benar-benar dijalankan.
“Kalau ada kesalahan kecil, barang langsung disita dan kami dipidanakan. Apa ini bentuk keadilan bagi pelaku usaha kecil? Saya merasa diperlakukan tidak adil,” ujarnya.
Kasus ini bermula dari laporan seorang konsumen ke Polda Kalimantan Selatan pada 6 Desember 2024, terkait penjualan produk makanan tanpa label kedaluwarsa.
Setelah diselidiki oleh Direktorat Kriminal Khusus (Ditkrimsus) Polda Kalsel, ditemukan 35 item produk yang kemudian dijadikan barang bukti.
Kepala Sub Direktorat Industri Perdagangan dan Investasi (Indagsi) Ditkrimsus Polda Kalsel, AKBP Amien Rovi, menyatakan bahwa pelanggaran ini tergolong serius karena berpotensi membahayakan konsumen.
Menurutnya, pencantuman tanggal kedaluwarsa adalah syarat mutlak untuk memastikan keamanan dan mutu produk pangan.
“Setiap produk makanan olahan yang dijual ke masyarakat wajib menyertakan tanggal kedaluwarsa agar konsumen tahu sampai kapan produk tersebut masih layak dikonsumsi,” tegas Amien.
Ia menambahkan bahwa pihak kepolisian bersama instansi terkait akan terus mengawasi peredaran produk makanan dan menindak tegas pelaku usaha yang tidak memenuhi standar keamanan produk
Penegakan hukum disebut sebagai bagian dari upaya melindungi konsumen, selain sosialisasi dan pembinaan oleh dinas terkait.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]