WahanaNews.co | Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira memproyeksikan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) akan terjadi di beberapa perusahaan layanan digital mulai dari fintech, edutech, hingga healthtech.
Hal ini terjadi lantaran persaingan pencarian investor yang semakin ketat di tengah ancaman resesi global pada 2023 nanti.
Baca Juga:
MK Putuskan Libur 1 untuk 6 Hari dalam UU CiptaKerja Bertentangan dengan UUD
Agresivitas perusahaan digital saat ini disebut tidak sebanding dengan pencarian dana baru dari investor.
"Banyak investor, terutama asing, menjauhi perusahaan dengan valuasi tinggi, tetapi secara profibilitas rendah atau model bisnisnya tidak berkelanjutan," tutur Bhima dalam keterangan resmi, Jumat (18/11).
Bhima menjelaskan gelombang PHK yang terjadi di perusahaan digital disebabkan tekanan maro ekonomi yang cukup berat pasca pandemi covid-19, mulai dari lonjakan inflasi, penyesuaian suku bunga, pelemahan daya beli, risiko geopolitik hingga model bisnis yang berubah signifikan.
Baca Juga:
MK Kabulkan 70% Tuntutan Buruh, Serikat Pekerja Rayakan Kemenangan Bersejarah dalam Revisi UU Cipta Kerja
Pasca pandemi, jumlah pengguna awalnya diharapkan meningkat dan profibilitas layanan digital terus berlanjut. Namun, konsumen terutama di Indonesia ternyata berhadapan dengan kenaikan inflasi pangan dan energi sehingga mengurangi pembelian melalui platform digital.
Selain itu, fenomena over-staffing atau melakukan rekrutmen secara besar-besaran juga menjadi salah satu penyebab maraknya PHK di perusahaan digital.
Banyak pendiri dan CEO perusahaan yang terlalu optimis pengguna layanan online akan meningkat. Namun, ternyata masyarakat lebih memilih berbelanja secara offline pasca pandemi covid-19.
"Akibat over-staffing biaya operasional membengkak, dan menjadi beban kelangsungan perusahaan digital," terang Bhima.
Melihat kondisi tersebut, ia menilai pemerintah perlu turun tangan memastikan korban PHK, baik karyawan tetap maupun kontrak untuk mendapatkan haknya sesuai aturan ketenagakerjaan.
Kementerian Ketenagakerjaan harus membuat posko pengaduan korban PHK yang tidak mendapatkan haknya seperti pesangon yang tidak dibayar penuh maupun ditangguhkan.
Pemerintah juga disebut perlu mempersiapkan lapangan kerja baru. Misalnya, korban PHK startup bisa diserap ke anak cucu BUMN.
"Hal ini untuk menghindari hysteresis atau pelemahan keahlian karena korban PHK digital yang notabene adalah high-skill worker menganggur terlalu lama," jelasnya.
Gelombang PHK menjadi momok di tengah gejolak perekonomian global belakangan ini.
Sejumlah startup dalam negeri mulai memangkas jumlah pekerjanya, seperti LinkAja, SiCepat, dan Zenius.
Terbaru, PT Goto Gojek Tokopedia Tbk (GoTo) melakukan PHK sebanyak 12 persen atau 1.300 orang karyawannya.
"Perseroan harus mengambil keputusan yang sulit untuk melakukan perampingan karyawan yang akan berdampak kepada 1.300 orang atau sekitar 12 persen dari total karyawan tetap grup GoTo," tulis keterangan resmi di keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Jumat (18/11). [rgo]