"Kita sudah hitung dengan valuasi kita untuk mendapatkan USD 200 juta, kita enggak perlu kehilangan kontrol mayoritas dari situ. Lah ini kan kita dipaksa untuk menjual, pertama 40 persen, si calon pembelinya ini diberikan mandatori untuk mereka boleh sampai 70 persen. Artinya KS tinggal 30 persen," tutur dia.
Dia melanjutkan, jika hal tersebut terjadi maka KRAS akan kehilangan pendapatan terbesarnya.
Baca Juga:
Ultimatum Keras Setelah Kekalahan Telak Timnas dari Jepang, Erick Thohir Ancam Mundur dari PSSI
"Artinya KS tinggal 30 persen. Kalau KS tinggal 30 persen, itu kan tidak bisa dikonsolidasi ke holding, kalau sesuai aturan akuntansi kan 51 persen. Itulah yang sebenarnya membunuh KS," katanya.
Kendati demikian, Roy belum bisa mengatakan kepada pihak mana KSI akan dijual.
Dia hanya berkata, ada dua peminat sampai saat ini yang salah satunya adalah Indonesia Investment Authority (INA) yang saat ini didorong Erick untuk bisa berinvestasi di KRAS.
Baca Juga:
Menteri BUMN Angkat Kembali Darmawan Prasodjo sebagai Dirut PT PLN
"Jadi masalahnya kenapa didorong harus INA, karena INA ada temannya. Siapa temannya? Tanya sama Pak Erick. Coba kalau INA enggak ada temannya, dia dorong enggak ke INA? Yang jelas INA bikin konsorsium. Bikin konsorsium sama siapa? Tanya Pak Erick. Dia enggak terbuka, kalau saya buka bisa ribut lagi ini," ucap Roy.
Berani Taruhan Rp 1 Miliar