WahanaNews.co | Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengapresiasi kerja keras insan pertanian. Menurutnya, swasembada beras yang dicapai merupakan bukti kerja keras tersebut.
"Ini dibuktikan dengan tidak adanya impor beras selama 3 tahun terakhir. Prestasi yang mendapat pengakukan dari Food and Agriculture Organization (FAO) dan International Rice Research Institute (IRRI)," ujar Mentan pada Pertemuan Forum Nasional Pusat Pelatihan Pertanian dan Perdesaan Swadaya (P4S) dan Magang Petani di P4S Bali, belum lama ini.
Baca Juga:
Indonesia Raih Penghargaan Tertinggi FAO, Bukti Ketahanan dan Kemandirian Pangan
Namun, Mentan meminta seluruh insan pertanian untuk tetap menciptakan pertanian yang kokoh mendukung ketahanan bangsa.
"Pertanian yang kokoh dibutuhkan karena pertanian merupakan penyedia utama bahan pangan sekaligus lapangan pekerjaan, bahkan menyokong kestabilan ekonomi," tuturnya.
Untuk mencapai pertanian yang kokoh itu, maka pembangunan pertanian harus dimulai dari perdesaan. "Sebab, sebagian besar budidaya pertanian dan peternakan dilakukan di desa. Dengan demikian, penguatan usaha tani dan kapasitas SDM di perdesaan mutlak dibutuhkan. Untuk inilah diperlukan penguatan kelembagaan Pusat Pelatihan Pertanian dan Perdesaan Swadaya atau P4S," katanya.
Baca Juga:
Presiden Jokowi Ingatkan Kepala Daerah Antisipasi Kekeringan dan Gelombang Panas
Dalam melakukan penguatan kapasitas kelembagaan P4S , Kementerian Pertanian juga mendorong melalui berbagai upaya salah satunya melalui penguatan permodalan dari program Kredit Usaha Rakyat (KUR) di bidang pertanian.
"Melalui program ini Petani dapat terbantu dalam mengembangkan budidaya pertanian mulai dari hulu hingga hilir," ujarnya.
Mentan berharap melalui penerapan mindsetting agenda dan intellectual agenda ini, para pengelola P4S dan petani program READSI dapat termotivasi untuk lebih bekerja keras dan menciptakan inovasi, memperluas jejaring usaha, serta penguatan organisasi P4S.
Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Kementan, Dedi Nursyamsi, mengatakan peranan P4S menjadi sangat penting bila dikaitkan dengan 3 tantangan dan ancaman utama sektor pertanian saat ini.
"Tiga ancaman itu adalah pasca-pandemic Covid-19, perubahan iklim, dan tekanan geopolitik Rusia-Ukraina. Ketidakpastian ini perlu disikapi dengan upaya peningkatan produksi dan produktivitas pada subsektor budidaya dengan menerapkan konsep efisiensi dan konservasi lingkungan," tutur Dedi.
Ia juga mengatakan bahwa tahun 2022 bisa dikatakan tahunnya P4S. Alasan pertama, setelah tertunda beberapa tahun, tahun ini Fornas P4S dapat diselenggarakan kembali setelah Fornas terakhir di Takalar Sulawesi Selatan Tahun 2010.
"Tahun ini kita bisa melaksanakan kembali Forum Nasional P4S dengan tema P4S sebagai pembaharu perdesaan tingkatkan ketersediaan pangan lokal melalui pemanfaatan teknologi smart farming," katanya.
Alasan kedua, BPPSDMP di tahun 2023 mendorong beberapa P4S untuk menjadi sasaran Dana Alokasi Khusus (DAK) terkait Pertanian Presisi dan Regeneratif.
"P4S itu tumbuh secara swadaya dengan dilatar belakangi oleh motivasi petani atau pelaku usaha agribisnis yang sukses dalam usahanya untuk membagi pengalaman dan kiat-kiat keberhasilannya kepada sesama petani melalui proses pelatihan dan permagangan di bidang pertanian perdesaan," katanya.
Adapun, Forum Nasional P4S tahun ini dilakukan secara hybrid (luring dan daring) dengan 1.620 peserta, terdiri dari Forum Komunikasi Nasional, Forum Komunikasi P4S Provinsi, P4S Model, dan P4S Swadaya.
Sedangkan kegiatan Magang bagi Petani diikuti sebanyak 180 orang peserta yang berasal dari 18 Kabupaten dari wilayah lokasi Project READSI. Dan peserta Pelatihan Teknis Smart Farming bagi Petani dan Penyuluh Provinsi Bali diikuti sebanyak 80 orang peserta. [qnt]