WahanaNews.co | PLN membatalkan rencana belanja listrik sebesar 1,4 gigawatt (GW) dari hasil renegosiasi kontrak dari produsen listrik swasta (Independent Power Producer/IPP).
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan upaya tersebut dilakukan sebagai upaya mempercepat transisi energi.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Imbau Konsumen Percayakan Perbaikan dan Pemasangan Instalasi Listrik pada Ahlinya
"Bulan lalu saya kirim surat pembatalan perjanjian jual beli 1,4 GW. Kami menegosiasikannya dengan IPP, akhirnya kami bisa ubah perjanjiannya,” kata Darmawan di Side Event G20: Sustainable Finance for Climate Transition Roundtable pada Kamis (14/7).
Dalam rangka jangka panjang, PLN menargetkan 51,6% pasokan listrik perusahaan pada 2060 berasal dari sumber energi baru dan terbarukan.
Darmawan juga menyampaikan rencana PLN untuk melakukan privatisasi PLTU. Hal ini dilakukan sebagai opsi dari minimnya pendanaan internasional untuk proyek transisi energi di tanah air.
Baca Juga:
ALPERKLINAS: Musim Hujan, Masyarakat Diminta Hindari Berteduh Dekat Instalasi Listrik
Darmawan mengaku sudah membahas rencana privatisasi PLTU milik perusahaan listrik negara tersebut dengan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkue). Ke depan, PLN diharap bisa fokus pada produksi listrik dari sumber energi baru dan terbarukan.
Adapun sejumlah tantangan yang musti dilalui oleh PLN yakni memastikan skema privatisasi PLTU masih menarik secara komersial bagi investor.
Selain menjalin komunikasi dengan BKF Kemenkeu, PLN juga tengah berkomunikasi dengan Bank Dunia dan Asian Developmen Bank soal mekanisme transisi energi. “Kami mendiskusikan skema untuk memprivatisasi PLTU yang akan diakuisisi oleh beberapa pihak yang memiliki komitmen mengurangi emisi karbon,” sambung Darmawan.
Sebelumnya diberitakan, PLN telah melakukan renegosiasi jadwal operasional komersial (commercial operational date/COD) sejumlah proyek pembangkit listrik dengan perusahaan listrik swasta alias independent power producer (IPP) di tengah kelebihan pasokan yang terjadi.
Darmawan mengatakan renegosiasi jadwal COD pembangkit listrik itu mendorong efisiensi perusahaan sebesar Rp 37 triliun pada 2021.
"Kami sudah melakukan renegosiasi kontrak di tengah konsumsi listrik yang menurun dan pasokan listrik yang berlebih. Kami mampu kapitalisasi sekitar Rp 37 triliun pengurangan beban take or pay," ujarnya, beberapa waktu lalu.
Darmawan mengatakan penundaan jadwal operasi sejumlah proyek pembangkit listrik dilakukan karena PLN mengalami kelebihan pasokan listrik.
Oleh karena itu, opsi renegosiasi kontrak dengan pengembang listrik swasta akan terus dilanjutkan.
Ia menjelaskan, tagihan pembelian dari IPP melalui kebijakan sistem take or pay atas setiap 1 gigawatt (GW) pembangkit listrik yang beroperasi, sekitar Rp 3,5 triliun per tahun. Sedangkan peningkatan konsumsi listrik tak signifikan.
"Dengan kondisi over supply ini, kami negosiasi dengan IPP. Dari target efisiensi biaya Rp 60 triliun, sudah tercapai Rp 34 triliun dan sedang berproses," kata dia. [qnt]