WahanaNews.co | Abra Talattov dari Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), menilai over supply listrik diprediksi akan terus berlangsung hingga beberapa tahun mendatang.
Mengingat tingkat konsumsi di masyarakat hingga industri diperkirakan masih belum optimal.
Baca Juga:
Maraknya Penyalahgunaan Arus untuk 'Strum' Manusia, ALPERKLINAS Desak PLN Perketat Pengawasan
Menurut Abra, tambahan kapasitas listrik yang selama ini digenjot pemerintah seharusnya dapat diserap oleh sektor industri. Namun dalam beberapa tahun ini, realisasinya masih belum maksimal.
"Di tahun 2019 demand listrik hanya 1,2% jauh dari target yang awalnya 6,4% tetapi industri hanya 1,2% sebelum terjadinya pandemi itu 2019. Ini dalam situasi normal pun itu hanya 2,1%," kata Abra kepada mengutip dari CNBC Indonesia, Jumat (30/9/2022).
Sementara, di tahun 2020 semua sektor mengalami kontraksi. Adapun pertumbuhan demand industri anjlok minus 7,2%, kemudian baru di tahun 2021 konsumsi pulih hingga 11,9%.
Baca Juga:
ALPERKLINAS: SLO Listrik, Benteng Terakhir Keselamatan Ketenagalistrikan
"Tetapi ini kan ada faktor baseline yang rendah. Ini yang jadi satu sisi solusinya gimana pemerintah dapat renegosiasi terhadap tambahan pembangkit listrik yang baru," kata dia.
Dewan Energi Nasional (DEN) sebelumnya menilai over supply atau kelebihan listrik yang terjadi di PT PLN (Persero) adalah imbas dari kebijakan pembangunan mega proyek ketenagalistrikan 35.000 Megawatt (MW).
Anggota DEN, Satya Widya Yudha mengatakan saat merencanakan program pembangunan 35 ribu MW, pemerintah memprediksi pertumbuhan ekonomi dapat mencapai 6%. Namun prediksi tersebut rupanya meleset, sehingga juga berdampak pada serapan listrik yang rendah secara nasional.