WahanaNews.co | Harga nikel meroket lebih dari dua kali lipat hari kemarin.
Otoritas London Metal Exchange (LME) pun menghentikan perdagangan nikel.
Baca Juga:
Kementerian ESDM Buka Suara, Soal Tudingan AS Ada Kerja Paksa di Industri Nikel RI
Kenaikan harga nikel terjadi karena persediaan dan kekhawatiran akan pasokan Rusia.
Harga nikel naik 66% menjadi US$ 80 ribu per ton ketika LME menghentikan perdagangan.
Sebelumnya harganya melonjak hampir 111% menjadi US$ 101.365 atau rekor.
Baca Juga:
Balai Kemenperin di Makassar Dukung Pemerataan Ekonomi Wilayah Timur
Rusia memasok sekitar 10% dari kebutuhan nikel dunia.
Komoditas ini digunakan untuk baja tahan karat dan baterai kendaraan listrik.
Nikel juga menghasilkan sekitar 6% dari aluminium dunia.
Kekhawatiran atas keterlambatan pasokan mendorong kenaikan harga nikel.
"Tidak banyak lagi yang bisa dikatakan tentang tekanan pasar yang mengakibatkan pergerakan harga yang belum pernah terjadi sebelumnya ini," kata Al Munro di broker Marex, dikutip dari Reuters, Selasa (8/3/2022).
Selain nikel, harga seng melonjak 18,4% hingga menyentuh rekor US$ 4.896 per ton.
Harga timah naik 9,4%, juga mencapai rekor US$ 51 ribu.
"Pasar ini benar-benar gila," kata analis ING, Wenyu Yao.
"Fundamental saja tidak akan bisa menjelaskan harga ini," imbuhnya.
Padahal, peningkatan harga seng moderat pada siang kemarin, yakni 1,2% menjadi US$ 4.159.
Sedangkan timbal naik 3,8% menjadi US$ 2.541, timah 2,7% menjadi US$ 47.975, dan tembaga stabil di level US$ 10.286.
Harga aluminium merosot 5,5% menjadi US$ 3,533 per ton setelah mencapai rekor US$ 4,0734,5 pada sesi sebelumnya.
Untuk menjaga ketertiban pasar, LME pun memberlakukan batas mundur dan mekanisme penangguhan pengiriman untuk kontrak logam dasar yang diselesaikan secara fisik.
“Persediaan yang rendah membuat pasar rentan terhadap volatilitas,” kata para pedagang dan analis.
Persediaan nikel di gudang terdaftar LME mencapai 75.012 ton, atau terendah sejak 2019.
Stok aluminium berada di titik terendah sejak 2007 yakni 779.350 ton. [gun]