WAHANANEWS.CO, Jakarta - Beredar luas di media sosial tentang produk kosmetik yang melebih-lebihkan klaim atau memiliki kandungan yang berbeda dengan informasi pada kemasannya.
Biasanya, fenomena overclaim pada produk skincare ini terjadi ketika produsen melebih-lebihkan manfaat atau komposisi produk mereka.
Baca Juga:
Andi Tenri Cucu SYL Bantah Beli "Skincare" Pakai Uang Kementan
Contohnya, sebuah produk skincare mengklaim memiliki 10 persen niacinamide dalam serumnya, namun hasil uji laboratorium menunjukkan kandungannya hanya 3 persen.
Menanggapi hal ini, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI mengeluarkan peringatan tegas kepada produsen yang memasarkan skincare tidak sesuai dengan klaim yang tertera.
"Jika ditemukan pelanggaran oleh industri, kami akan bertindak tegas sesuai aturan. Bisa berupa peringatan, penghentian sementara produksi, penarikan produk, atau bahkan pemusnahan dan pencabutan izin edar," ujar Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik BPOM, Mohamad Kashuri, dikutip Minggu (27/10/2024).
Baca Juga:
JPU Ungkap Modus Makelar MA Samarkan Suap Seolah Berbisnis Skincare
Menurut Kashuri, produk skincare yang overclaim biasanya terkait dengan strategi pemasaran.
Produsen berusaha agar produknya cepat diterima masyarakat, sehingga terkadang melakukan promosi yang berlebihan dan tidak realistis.
BPOM berkomitmen akan memperketat pengawasan terhadap distribusi produk skincare lokal di masa mendatang.
"Jika masyarakat menemukan adanya pelanggaran terkait obat dan makanan, mereka dapat melaporkannya melalui berbagai kanal, termasuk Halo BPOM di 1500533 atau melalui aplikasi," tambah Kashuri.
Selain menangani masalah kosmetik yang overclaim, BPOM juga mengingatkan masyarakat untuk berhati-hati terhadap produk kecantikan ilegal yang bisa membahayakan kesehatan.
BPOM baru-baru ini menutup sementara produksi dan distribusi kosmetik berlabel 'mafia skincare' dengan etiket biru setelah melakukan penyelidikan mendalam terkait potensi pelanggaran yang dilakukan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023, pelaku pelanggaran dapat dijatuhi hukuman penjara hingga 12 tahun dan denda maksimal 5 miliar rupiah.
"Dari hasil pengawasan, ditemukan pelanggaran sistemik yang menyebabkan penurunan kualitas, sehingga membahayakan keamanan produk," demikian pernyataan BPOM.
Skincare beretiket biru yang beredar bebas ini diketahui mengandung bahan-bahan berbahaya yang dapat menyebabkan masalah kulit karena dosisnya tidak sesuai.
Produk ilegal tersebut mengandung hidrokuinon yang jika digunakan tanpa pengawasan medis dapat menyebabkan gangguan kesehatan serius.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]