WahanaNews.co | Sistem perpajakan yang baru resmi diketuk palu. Buntutnya, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) akan dikenakan pajak baru yakni pajak karbon menyusul disetujuinya Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) menjadi UU.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan pengenaan pajak karbon akan dilakukan secara bertahap.
Baca Juga:
PLTU Tanjung Jati B Akan Resmi Dimiliki PLN Tahun 2030 dan Bakal Dipensiunkan 2040
Ini merupakan komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi karbon sesuai target Nationally Determined Contribution (NDC) sebesar 29% dengan kemampuan sendiri dan 41% dengan dukungan Internasional pada 2030.
"Penerapan pajak karbon akan dilakukan secara bertahap serta diselaraskan dengan carbon trading sebagai bagian dari roadmap green economy," kata Yasonna dalam rapat paripurna di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (7/10/2021).
Penerapan emisi karbon secara bertahap disebut untuk meminimalkan dampaknya terhadap dunia usaha. "Namun tetap mampu berperan dalam penurunan emisi karbon," tuturnya.
Baca Juga:
Potensi Lahan Kering untuk Produksi Biomassa di Pulau Jawa Capai Ratusan Ribu Hektar
Tarif pajak karbon ditetapkan sebesar Rp 30 per kilogram (kg) karbon dioksida ekuivalen (CO2e). Sebagai tahap awal, mulai 2022 penerapannya akan dikenakan terlebih dahulu di sektor Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
"Untuk tahap awal, mulai tahun 2022, pajak karbon akan diterapkan pada sektor PLTU batu bara dengan menggunakan mekanisme pajak yang mendasarkan pada batas emisi atau cap and tax. Tarif Rp 30 per kilogram CO2e diterapkan pada jumlah emisi yang melebihi cap yang ditetapkan," jelasnya.
Pengenaan pajak karbon dianggap sebagai sinyal kuat yang akan mendorong perkembangan pasar karbon, inovasi teknologi, dan investasi yang lebih efisien, rendah karbon dan ramah lingkungan. [rin]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.