Para anggota sepakat bahwa pengembangan baterai kendaraan listrik merupakan potensi yang dapat mendorong perekonomian nasional.
“Komisi VII DPR mendukung upaya Dirut Mind ID dan Dirut Antam untuk melakukan hilirisasi produk nikel, terutama dalam mendukung proyek strategis nasional dalam pembangunan ekosistem industri baterai listrik nasional,” tulis draf tersebut.
Baca Juga:
Era Energi Terbarukan, ALPERKLINAS: Transisi Energi Harus Didukung Semua Pihak
Sebelumnya IBC dan Antam menjalin kerjasama dengan produsen baterai asal Cina, CATL, untuk membangun pabrik baterai kendaraan listrik senilai US$ 5,97 miliar atau Rp 85,77 triliun.
Walau nilai investasi yang dibutuhkan sudah tertera, Direktur Utama IBC Toto Nugroho mengatakan bahwa komposisi pembaiayaan proyek dari masing-masing perusahaan belum dapat diungkapkan karena masih dalam tahap finalisasi.
"Secara garis besar untuk pengerjaan downstream atau pengolahan bahan mentah menjadi bahan jadi, IBC dan Antam akan menjadi pemegang saham minoritas. Tapi di atas 30% sampai 40%. Itu komposisi sahamnya," kata Toto beberapa waktu lalu, Rabu (11/5).
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
Sebaliknya, dari sisi pertambangan nikel, Indonesia akan menjadi pemilik saham mayoritas.
Adapun cakupan proyek ini berupa penambangan nikel, pengolahan bijih nikel, produksi bahan baku hingga produksi baterai hingga proyek daur ulang baterai.
Toto memprediksi, pada 2030 akan ada permintaan baterai sebesar 40 Gigawatt hours (GWh) yang terdiri dari 500.000 kendaraan mobil listrik dan 3,5 juta hingga 4 juta unit kendaraan listrik roda dua.