Lebih lanjut Kasan menyampaikan, lembaga inisiator ACT memiliki perannya masing-masing. WB memiliki peran untuk melakukan analisis, WEF memiliki peran dalam pelaksanaan forum diskusi dan lokakarya, sementara WTO memiliki peran untuk pemberian data dan informasi.
“Adapun BKPerdag memiliki peran untuk berkolaborasi dengan WB, WEF, dan WTO. Selain itu, BKPerdag juga
berkoordinasi dengan kementerian/ lembaga yang terkait,” ungkap Kasan.
Baca Juga:
Target Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen, Kemendag: Pada 2025, Ekspor Perlu Tumbuh 7-10 Persen
Kasan mengatakan, Indonesia bersama Rwanda menjadi negara yang terlibat dalam fase pertama program
ACT tahun ini. Hasil analisis yang akan disusun dari program ACT nantinya diharapkan dapat memperkuat
posisi Indonesia sebagai pemimpin regional di kawasan Asia Pasifik dalam penanganan isu perdagangan
terkait dengan perubahan iklim.
Menurut Kasan, dua aspek utama yang perlu disoroti dalam program ACT, yaitu transparansi dan kerahasiaan. Transparansi menjadi kunci dalam menyusun analisis yang sesuai dengan kebutuhan iklim dan arus perdagangan Indonesia. Kerahasiaan juga penting untuk melindungi kepentingan negara.
“Kami perlu memperhatikan apa yang tertulis dalam kerangka acuan ACT. Perlu adanya pemahaman yang
jelas dari lembaga inisiator ACT mengenai informasi dan rangkaian kegiatan yang akan dilaksanakan. Kami ingin memastikan proses pengembangan progam ACT sesusai dengan kebutuhan iklim dan arus perdagangan Indonesia,” tandasnya.
Baca Juga:
Cumi Beku dan Produk Rumput Laut Indonesia Jadi Primadona di Pameran Boga Bahari Korea Selatan
[Redaktur: Tumpal Alpredo Gultom]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.