WahanaNews.co, Jakarta - Keterkaitan isu iklim dan perdagangan semakin masif dan mendorong setiap negara
melakukan mitigasi serta menyusun strategi menghadapi perubahan iklim.
Indonesia harus memiliki strategi
kebijakan yang adaptif agar tetap dapat bersaing pada sektor perdagangan global dengan tetap memenuhi komitmen Nationally Determined Contribution (NDC).
Baca Juga:
Target Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen, Kemendag: Pada 2025, Ekspor Perlu Tumbuh 7-10 Persen
Hal ini disampaikan Kepala Badan Kebijakan Perdagangan (BKPerdag) Kasan saat pembukaan program Action on Climate and Trade (ACT) untuk Indonesia hari ini, Senin (6/5) di Auditorium Kementerian Perdagangan, Jakarta.
Kementerian Perdagangan yang diwakili oleh BKPerdag menjadi titik fokus (focal point) untuk program ACT di Indonesia.
“Praktik perdagangan yang berhubungan dengan isu iklim mulai bermunculan dan membuat negara-negara di dunia memerlukan mitigasi dan adaptasi, termasuk Indonesia. Program ACT hadir untuk memberikan strategi mitigasi dan adaptasi terkait isu iklim tersebut agar negara-negara di dunia tetap dapat bersaing pada perdagangan global dengan memenuhi komitmen NDC,” ujar Kasan.
Baca Juga:
Cumi Beku dan Produk Rumput Laut Indonesia Jadi Primadona di Pameran Boga Bahari Korea Selatan
Kasan menjelaskan, ACT merupakan program yang diinisiasi tiga lembaga internasional, yaitu World Bank
(WB), World Economic Forum (WEF), dan World Trade Organization (WTO) yang diluncurkan secara resmi
pada 20 April 2023 lalu.
Program ACT di Indonesia akan berlangsung selama enam sampai sembilan bulan dengan tahapan penyampaian dokumen komitmen awal (letter of intent/LOI) oleh Pemerintah Indonesia pada awal April lalu.
“Program ACT akan diawali dengan pelaksanaan scoping mission visit yang akan berlangsung pada 6-14 Mei 2024. Selanjutnya, diteruskan dengan finalisasi kerangka acuan (term of reference/TOR) kegiatan ACT, serta
pelaksanaan forum diskusi atau lokakarya pada November 2024 mendatang,” kata Kasan.