WAHANANEWS.CO, Jakarta - Ambisi Indonesia mengokohkan diri sebagai kekuatan teknologi dan manufaktur kawasan kembali bergema. 							
						
							
							
								Kiprah panjang di International Electrotechnical Commission (IEC) ditegaskan melalui forum strategis yang menyoroti posisi Indonesia dalam penentuan standar internasional sektor elektroteknika.							
						
							
								
									
									
										Baca Juga:
										Lindungi Konsumen dari Produk Berbahaya, BSN dan YLKI Gencarkan Edukasi SNI
									
									
										
											
										
									
								
							
							
								Indonesia telah menjadi anggota IEC sejak tahun 1954 dan sejak itu terlibat aktif dalam penyusunan standar internasional yang diyakini mampu menstimulasi produksi, memperkuat kualitas ekspor elektronik, membuka akses pasar lebih luas bagi manufaktur nasional, serta menjadikan pelaku usaha Indonesia semakin kompetitif di level global.							
						
							
							
								Standar IEC turut membantu menekan biaya produksi, mendukung pembangunan infrastruktur berkelanjutan, dan menjadi instrumen transfer teknologi yang krusial. 							
						
							
							
								Posisi ini menjadi fondasi penting bagi visi Indonesia sebagai pusat produksi dan inovasi teknologi di Asia Tenggara.							
						
							
								
									
									
										Baca Juga:
										Ketum Golkar Minta Ridwan Kamil untuk Menangkan Pemilu di Wilayah Banten, DKI Jakarta, dan Jabar
									
									
										
									
								
							
							
								Komite Nasional Indonesia untuk IEC (Komnas IEC) menjadi representasi resmi Indonesia di IEC, dipimpin oleh Kepala BSN sebagai Ketua dan Deputi Bidang Penelitian dan Kerja Sama Standardisasi sebagai Sekretaris.							
						
							
							
								Saat ini Indonesia berstatus P-member pada 20 dari total 174 komite teknis IEC, tetapi melihat potensi besar Indonesia sebagai basis produksi multinasional di pasar ASEAN, IEC mendorong agar tingkat partisipasi nasional semakin diperluas dan diperdalam.							
						
							
							
								Untuk itu, IEC menginisiasi forum roundtable discussion yang dihadiri Presiden IEC Dr. Junji Nomura dan Direktur IEC Asia Pacific Regional Center (APRC) Dennis Chew sebagai langkah memperkuat kolaborasi dan akselerasi kontribusi Indonesia di IEC.							
						
							
								
							
							
								Dalam sambutannya, Ketua Komnas IEC Prof. Bambang Prasetya menegaskan keseriusan Indonesia.							
						
							
							
								 “Tiga tahun terakhir Indonesia telah mengorganisir beberapa kegiatan untuk meningkatkan partisipasi pemangku kepentingan dalam pengembangan dan implementasi standar IEC,” ujarnya.							
						
							
							
								Ia menambahkan, “Kegiatan ini termasuk menjadi tuan rumah sidang-sidang teknis IEC, workshop, dan dialog dengan industri. Ini mencerminkan komitmen Indonesia untuk berpartisipasi aktif dalam standardisasi IEC demi mendukung tujuan nasional agar menjadi lebih baik.”							
						
							
								
							
							
								Dr. Nomura yang juga memimpin IEC Council, IEC Council Board, Executive Committee, dan Market Strategy Board berbagi pandangan strategis mengenai dinamika standardisasi global dan pentingnya keterlibatan aktif Indonesia.							
						
							
							
								Masukan tersebut menjadi referensi berharga bagi BSN dan pemangku kepentingan nasional untuk mempercepat integrasi pasar regional seperti ASEAN dan APEC, serta memperkuat posisi Indonesia dalam kemitraan bilateral.							
						
							
							
								Forum ini memberikan ruang bagi pengambil kebijakan nasional untuk menyampaikan masukan langsung kepada IEC mengenai perkembangan dan tantangan standardisasi elektroteknika di Indonesia.							
						
							
								
							
							
								Acara dihadiri 26 peserta dari unsur pemerintah seperti Kemen ESDM, Kemendag, BATAN, BPPT, dan BSN, pelaku usaha seperti Philips dan Schneider Indonesia, serta asosiasi teknis AILKI, HIMAPUIL, HAEI, dan APPI.							
						
							
							
								BSN memastikan dialog berjalan dua arah agar semua pemangku kepentingan memperoleh solusi nyata terkait masalah standar elektroteknika dan akses langsung kepada pimpinan IEC.							
						
							
							
								Dari forum ini, disimpulkan perlunya penguatan kelembagaan BSN sebagai otoritas standardisasi nasional. Penerapan UU No. 20/2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian (SPK) dipandang sebagai fondasi untuk menyeragamkan pemahaman standar dan proses sertifikasi lintas sektor.							
						
							
								
							
							
								Keseragaman pemahaman SPK diyakini dapat mengurangi inefisiensi, ambiguitas, serta memperkuat daya saing nasional. Karena itu, BSN menegaskan komitmen memperluas edukasi dan sosialisasi SPK ke publik dan dunia industri.							
						
							
							
								Dalam forum tersebut, BSN juga mengusulkan agar IEC menyediakan program trust fund untuk mendukung pakar negara berkembang mengikuti pertemuan teknis IEC. 							
						
							
							
								“Program trust fund seperti ISO perlu dipertimbangkan IEC agar negara berkembang dapat lebih berperan,” demikian disampaikan BSN.							
						
							
								
							
							
								Direktur IEC APRC mencatat usulan tersebut dan menyatakan akan membawanya ke forum internal IEC untuk dipertimbangkan lebih lanjut.							
						
							
							
								Dalam waktu bersamaan, IEC telah memperkuat dukungan dengan menyediakan infrastruktur IT untuk akses dokumen draft standar, pemantauan perkembangan komite, dan partisipasi rapat IEC via konferensi daring.							
						
							
							
								IEC juga menyediakan program mentoring bagi pakar nasional guna meningkatkan kompetensi dan kapasitas partisipasi Indonesia dalam pengembangan standar global.							
						
							
								
							
							
								Di tingkat nasional, salah satu isu utama yang muncul adalah keterbatasan cakupan parameter uji dalam laboratorium SNI yang tersedia. 							
						
							
							
								Untuk mengatasi hal ini, BSN merencanakan pembangunan laboratorium baru dengan cakupan parameter pengujian lebih luas, termasuk sektor elektroteknika.							
						
							
							
								Laboratorium tersebut akan memperkuat proses penelusuran hasil uji dan memastikan kemandirian Indonesia dalam penilaian kesesuaian standar. 							
						
							
								
							
							
								Upaya ini sekaligus mendorong efisiensi dan kemampuan teknologi nasional.							
						
							
							
								Dengan langkah strategis ini, Indonesia tidak hanya berpartisipasi dalam standardisasi internasional tetapi turut menyiapkan infrastruktur domestik untuk memastikan standar diterapkan efektif demi daya saing industri, perlindungan konsumen, dan percepatan transformasi ekonomi berbasis teknologi.							
						
							
							
								[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]