WahanaNews.co | Akhirnya pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung dilanjutkan menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menyatakan, hal itu dilakukan karena BUMN yang menangani proyek tersebut sedang kesulitan keuangan.
Baca Juga:
Pemprov Sulteng Dukung Penguatan Ketahanan Pangan Nasional, Jadi Lumbung Pangan Utama
"Para pemegang sahamnya, seperti Wika (Wijaya Karya) itu terganggu cash flow-nya karena corona. Kita tahu, bahwa sekarang pembangunan-pembangunan BUMN Karya itu terhambat," kata Arya kepada awak media, dikutip Senin (11/10/2021).
Kereta cepat Jakarta-Bandung dikerjakan oleh PT Konsorsium Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). Perusahaan tersebut terdiri dari 2 konsorsium, yaitu konsorsium Indonesia PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dan konsorsium Beijing Yawan yang berisi sejumlah perusahaan China.
PSBI terdiri dari PT Wijaya Karya Tbk, PT Jasa Marga Tbk, PT Perkebunan Nusantara III, danPT KAI. Menurut Arya, seluruh BUMN itu keuangannya terganggu akibat pandemi Covid-19.
Baca Juga:
Kinerja Pendapatan Negara Tahun 2024 Masih Terkendali, Menkeu: Ada Kenaikan Dibanding Tahun 2023
Mulai dari volume pengguna jalan tol yang berkurang, penumpang kereta api juga sepi karena pembatasan kegiatan masyarakat, serta restrukturisasi utang Rp 43 triliun yang baru saja dilakukan PTPN III.
"Hal itu membuat mereka tak bisa menyetorkan dananya sesuai dengan apa yang kemarin telah disiapkan pada planning awal tanpa corona," ujar Arya.
Sebelumnya, PT KAI menyebut Indonesia belum menyetor modal awal senilai Rp4,3 triliun untuk proyek tersebut. Seharusnya setoran modal awal itu sudah dilakukan pada Desember 2020.
Sehingga, hingga saat ini management KCIC sedang bernegosiasi dengan konsorsium High Speed Railway Contractors Consortium (HSRCC) sebagai salah satu konsorsium dari China yang membangun proyek kereta cepat tersebut.
Akibat keterlambatan tersebut, salah satu konsekuensi yang mungkin terjadi adalah BUMN dari China sebagai salah satu sponsor juga akan menunda setoran modal.
Di sisi lain, pemerintah Indonesia ingin agar proyek itu cepat selesai dan segera beroperasi sesuai target awal, yaitu 2023.
"Nah problemnya adalah ini corona datang, dan kami ingin supaya pembangunan ini (selesai) tepat waktu, jangan tertunda. Tapi corona ini membuat ada beberapa hal yang menjadi agak terhambat," ucap Arya.
Menurut Arya, dengan kondisi itu wajar saja jika pemerintah kini ikut membiayai proyek kereta cepat. Arya menyebut pemerintah di negara-negara lain juga melakukannya.
"Hal-hal inilah yang membuat kita mau tidak mau, supaya kereta cepat tetap dapat terlaksana dengan baik, maka kita harus minta pemerintah untuk ikut dalam memberikan pendanaan," tuturnya.
"Jadi ini bukan soal apa-apa, ini soal seperti itu (akibat corona). Di mana-mana di hampir semua negara, pemerintahnya memang ikut campur juga dalam pendanaan kereta cepat," ujarnya.
Sebagai dasar hukum penggunaan APBN untuk kereta cepat, Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021, yang merupakan perubahan atas Perpres Nomor 107 Tahun 2015, tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Jakarta Bandung.
Perpres baru itu merevisi sejumlah ketentuan, di antaranya proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung kini bisa dibiayai APBN, dari sebelumnya sempat tidak diperbolehkan.
Seperti diketahui, biaya pembangunan kereta cepat membengkak. Dari anggaran awal 6,07 miliar dollar AS menjadi 11 miliar dollar AS. Selain untuk konstruksi, pembengkakan juga terjadi karena pembebasan lahan. [dhn]