WahanaNews.co | Indonesia sebagai negara berdaulat jangan mau didikte oleh negara maju.
Demikian disampaikan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Baca Juga:
Eksepsi Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti Kasus Pencemaran Luhut Ditolak Hakim
Hal ini diungkapkannya khususnya terkait isu pengurangan emisi karbon, khususnya yang berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara.
Dia mengakui, meski banyak PLTU batu bara di Indonesia, namun emisi karbon Indonesia masih jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara maju.
Dia menyebut, emisi karbon Indonesia sekitar 2,3 ton per kapita. Sedangkan negara maju telah menghasilkan emisi karbon dioksida sebesar 14,7 ton per kapita.
Baca Juga:
Menko Marves Kaji Rencana Pembangunan Terminal LNG Bali
"Sementara kita jauh dari itu (emisi karbon negara maju). Dan kita harus kembangkan jangan negara maju dikte-dikte kita, gak boleh dong, kita harus punya natural resources untuk rakyat Indonesia. Kita harus pupuk itu," ucapnya saat ditemui di Bali, Kamis (10/11/2022).
Kendati demikian, menurutnya Indonesia juga terus berupaya untuk mencapai target netral karbon pada 2060 mendatang atau lebih cepat. Salah satu caranya yaitu dengan memensiunkan PLTU.
Saat menjadi pembicara dalam pertemuan COP 27 di Mesir, Selasa (08/11/2022), Luhut mengungkapkan Pemerintah Indonesia akan mengumumkan kebijakan untuk menghentikan operasional PLTU pada puncak acara Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali pada awal pekan depan.
Hal ini disampaikannya saat menjadi pembicara dalam pertemuan COP 27 di Mesir, Selasa (08/11/2022), secara virtual.
Luhut mengatakan, kebijakan ini dilakukan sebagai upaya untuk mengurangi emisi karbon. Namun demikian, upaya ini menurutnya membutuhkan kolaborasi dari berbagai pihak.
"Pada kesempatan yang baik ini di COP 27, saya mengajak semua orang untuk bisa menghadiri puncak acara KTT G20, Presidential Summit di Bali. Kami akan mengumumkan salah satu langkah sukses kami dalam menghentikan operasional pembangkit batubara dan mengubahnya ke pembangkit berbasis EBT," tutur Luhut dalam pertemuan COP 27, Selasa (8/11/2022).
Luhut menilai, untuk bisa mengakselerasi target NZE diperlukan akselerasi sistem dan juga memperkaya kerangka kerja dalam transisi energi.
Menurutnya, PLN pun akan memensiunkan PLTU-nya secara bertahap. Oleh karena itu, lanjutnya, ini memerlukan kerja bersama karena untuk menjalankan proyek ini butuh investasi yang tidak sedikit.
"Kami sangat terbuka atas kolaborasi dengan para partner dan juga negara tetangga. Kami akan menjelaskan success story kerja sama kami dengan Jepang untuk bisa menurunkan emisi global," tandas Luhut.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menjelaskan bahwa memensiunkan PLTU merupakan insiatif PLN dalam mempercepat tercapainya target NZE di 2060. PLN akan memensiunkan 6,7 Giga Watt (GW) PLTU pada 2040 mendatang dan total 16 GW hingga 2060 mendatang.
"Sebagai bagian dari komitmen NZE 2060, PLN berkomitmen untuk menghentikan PLTU pada umur ekonomisnya, bukan memperpanjang. Dan kami bahkan mempercepat masa pensiun ini sebagai bukti komitmen kami dalam mengejar target NZE," ujar Darmawan.
Berdasarkan data Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030, total kapasitas pembangkit listrik terpasang pada 2030 ditargetkan mencapai 99,2 Giga Watt (GW), naik dari 63,3 GW pada 2020.
Adapun tambahan pembangkit listrik baru selama 2021-2030 ditargetkan mencapai 40,6 GW, di mana porsi pembangkit listrik berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 20,9 GW atau 51,6% dan selebihnya berbasis energi fosil seperti batu bara, minyak dan gas.
Selain pembangkit baru, ada 1,1 GW Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang rencananya akan dipensiunkan dan penggantian Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD)/ Pembangkit Listrik Tenaga Gas/Mesin Gas sekitar 3,6 GW.
Pertumbuhan penjualan listrik ditargetkan sekitar 4,9% per tahun. [tum]