WahanaNews.co | Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan Bank Dunia kembali memasukkan Indonesia sebagai negara upper middle income atau berpenghasilan menengah atas. Hal ini karena pertumbuhan ekonomi kembali di atas 5 persen.
Bank Dunia sempat menurunkan level Indonesia ke negara berpenghasilan menengah ke bawah karena pandemi covid-19.
Baca Juga:
Arnod Sihite Mendukung Indonesia Bergabung dengan OECD, Perkuat Industri Semikonduktor
"Bank Dunia per Juli 2023 kembali memasukkan Indonesia dalam group upper middle income countries. Ini proses pemulihan yang cepat setelah kita turun ke group lower middle income countries di 2020 karena pandemi," ujar Jokowi dalam arahan pengantar Sidang Kabinet, Senin (03/07/23).
Karena pertumbuhan ekonomi kembali di atas 5 persen setelah penurunan akibat pandemi COVID-19.
Pernyataan tersebut menunjukkan adanya pemulihan ekonomi yang positif di Indonesia setelah periode penurunan dalam kategori berpenghasilan menengah ke bawah (lower middle income) pada tahun 2020 akibat pandemi COVID-19.
Baca Juga:
Indonesia Meningkatkan Kerja Sama Ekonomi Industri dengan Jepang
Bank Dunia memiliki klasifikasi pendapatan berdasarkan pendapatan nasional bruto per kapita suatu negara.
Pemulihan ekonomi yang cepat dan pertumbuhan ekonomi yang stabil merupakan hal yang positif bagi suatu negara, karena dapat berdampak pada peningkatan kesejahteraan dan peningkatan taraf hidup masyarakat.
Kendati kinerja perekonomian sudah kembali membaik, namun Jokowi menekankan masih banyak tantangan dihadapi Indonesia ke depannya. Terutama pada paruh kedua tahun ini yang baru saja berlangsung.
"Meski demikian, situasi yang kita hadapi di paruh kedua 2023 ini tidak mudah dan kita harus mewaspadai beberapa hal," kata dia.
Kepala Negara ini menyebutkan beberapa tantangan yang perlu diwaspadai Indonesia adalah lingkungan global yang masih tidak stabil akibat ketegangan geopolitik yang masih berlangsung. Di mana, ini bisa berimbas pada pertumbuhan ekonomi dan aktivitas perdagangan dalam negeri, seperti penurunan kinerja ekspor.
Apalagi, berbagai lembaga internasional memprediksi perlambatan ekonomi global akan berlanjut di tahun ini. Misalnya, IMF memperkirakan ekonomi global hanya tumbuh 2,8 persen, Bank Dunia lebih rendah lagi yakni 2,1 persen dan OECD memperkirakan 2,6 persen.
Selain itu, ada juga kekhawatiran kenaikan suku bunga global yang diperkirakan juga masih akan berlanjut bahkan sampai tahun depan. Tentunya ini akan mempengaruhi tingkat inflasi dunia.
"Ini juga harus betul-betul kita lihat. Inflasi global juga masih relatif tinggi, kemudian kalau kita lihat juga fragmentasi perdagangan global yang menghambat kerja sama multilateral, hingga berbagai indikator dini untuk konsumsi dan produksi menunjukkan situasi ada yang positif, namun juga ada yang melemah. Ini juga kita harus melihat secara hati-hati," pungkasnya.[eta]