Kemenkeu menilai tujuan utama dari transformasi subsidi dan kompensasi energi bukanlah efisiensi anggaran, melainkan mendorong peran APBN yang lebih berkeadilan untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan, terutama untuk masyarakat miskin dan rentan.
Khusus BBM, Kemenkeu menyebut arah kebijakan subsidi pada 2025 seperti melanjutkan pemberian subsidi tetap dilakukan untuk BBM solar dan subsidi selisih harga untuk minyak tanah. Hal ini disertai dengan pengendalian volume dan pengawasan atas golongan atau sektor-sektor yang berhak memanfaatkan.
Baca Juga:
Wamenkeu Suahasil: Sektor Keuangan Jadi Game Changer Pembangunan Indonesia
Terkait besaran subsidi tetap solar, kata Kemenkeu, pemerintah mempertimbangkan perkembangan indikator ekonomi makro, khususnya Indonesian Crude Oil Price (ICP) dan nilai tukar rupiah.
Lalu, melanjutkan kebijakan subsidi BBM tepat sasaran. Untuk meningkatkan efisiensi belanja subsidi, penyaluran BBM bersubsidi dilakukan dengan disertai registrasi konsumen penggunanya.
"Untuk memastikan upaya pengendalian konsumsi berhasil dilakukan, maka diperlukan sinergi dan koordinasi antar kementerian/lembaga dan dengan pemerintah daerah maupun instansi terkait," imbuh Kemenkeu.
Baca Juga:
Selenggarakan Forum Bakohumas, Kemenkeu Tekankan Langkah-langkah Pengelolaan Anggaran Jelang Akhir Tahun
Kemenkeu mencatat, realisasi subsidi energi cukup fluktuatif selama periode 2019-2023. Subsidi energi menunjukkan pertumbuhan rata-rata 3,1 persen, dari sebesar Rp136,9 triliun pada 2019 menjadi sebesar Rp164,3 triliun pada 2023.
Apabila dibandingkan tahun 2022, realisasi subsidi energi pada 2023 mengalami penurunan sebesar 4,4 persen atau sebesar Rp7,6 triliun, terutama dipengaruhi oleh turunnya harga.
Adapun realisasi subsidi energi sampai dengan kuartal I 2024 sejumlah Rp27,9 triliun. Ini mencapai 14,7 persen terhadap APBN 2024.