WahanaNews.co | Meski buruk untuk perkembangan infrastruktur, perang tarif yang terjadi di antara penyedia layanan internet (ISP) jaringan tetap pita lebar atau fixed broadband sementara ini menguntungkan konsumen
Zulfadly Syam, Sekretaris Jenderal Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), mengungkapkan persaingan harga ini tentu menguntungkan konsumen karena mereka bisa menikmati layanan dengan harga yang murah.
Baca Juga:
Mudahkan Pelanggan Bayar Listrik, PLN Mobile Jalin Kolaborasi dengan MotionPay
"Kalau perang tarif terlalu minim artinya infrastruktur enggak bisa dibangun dengan sangat baik di daerah rural (pedesaan)," ujar dia sela acara Hasil Survei Internet Service Provider Industry & Market Profile Tahun 2023 di Jakarta, Kamis (30/3/2023).
Dalam survei yang dilakukan APJII pada 2023 terhadap 239 anggotanya, persaingan antar ISP di wilayah operasional terbilang tinggi.
Sebanyak 40,2 persen responden menyebut tingkat persaingan ISP cukup tinggi; 29,7 persen menyebut persaingan berada di tingkat tinggi; 27,2 persen menyebut tinggi sekali; dan hanya 2,9 persen yang menganggap persaingan ISP rendah.
Baca Juga:
Wamendag Roro Serahkan Penghargaan Perlindungan Konsumen 2024 kepada Para Kepala Daerah
Survei yang sama mengungkap sejumlah kendala yang dihadapi untuk meningkatkan pertumbuhan industri layanan internet atau ISP.
Masalah terbesar adalah infrastruktur, baik dari biaya pemasangan dan pemeliharaan yang tinggi (23,8 persen), hingga sulitnya infrastruktur menjangkau akses layanan terutama yang berada di daerah remote dan rural (23,4 persen).
Masalah lainnya adalah persaingan yang terlalu tinggi (21,3 persen), regulasi dan kebijakan yang kurang mendukung (15,9 persen), serta terbatasnya akses ke pemodalan (10,5 persen).
Alih-alih bersaing keras dalam hal tarif, Zulfadly menyebut yang lebih diperhatikan adalah apakah kualitas layanan terjaga atau bahkan naik.
"Yang mau kita lihat bagaimana ISP memberikan kualitasnya. Bisa enggak meningkatkan kualitas dengan perang harga dengan sedemikian dahsyatnya," katanya.
Melansir CNN Indonesia, dalam survei tersebut, 48,7 persen anggota APJII pun mengusulkan aturan tarif batas atas dan batas bawah demi mengatasi hambatan persaingan yang ketat itu.
Zulfadly menyebut pihaknya akan mengusulkan itu ke Pemerintah tahun ini.
"Temen temen industri ini salah satu problem adalah perang tarif yang luar biasa. Ini yang mengakibatkan hasil survei di APJII teman-teman sendiri angka cukup tinggi minta buat batas atas batas bawah," ujar dia.
"Hampir 50 persen mengatakan kita harus punya ambang atas bawah. Ini kita lihat dulu formulanya seperti apa, supaya apa yg kita inginkan berikan masukan ke Kominfo atau Pemerintah itu bisa bener-bener dijalankan oleh 900 ISP ini," ia menambahkan.
APJII juga menilai harga yang adil untuk layanan internet adalah 2,5 persen dari pendapatan Upah Minimum Kota (UMK).
"Kita melihat dari profil kita bahwa 2,5 persen dari penghasilan masih bisa. Penghasilan pendapatan orang Indonesia [per bulan]. 2,5 persen dari UMK masih bisa diserap harganya," tandas dia.
Beberapa penyedia layanan internet fixed broadband yang ada di Indonesia di antaranya adalah First Media, IndiHome, Biznet, CBN, MNC Play, hingga TransVision. [eta/est]