"Kenaikan harga minyak yang terlalu tinggi, tentunya akan menyulitkan kita dalam mengupayakan tambahan subsidi, untuk meredam tekanan inflasi. Tidak ada negara yang memberikan subsidi sebesar itu," kata Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar sekaligus Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan dan Keamanan KADIN Indonesia ini memaparkan, kondisi fiskal dan moneter Indonesia juga perlu menjadi perhatian guna menghadapi potensi krisis global.
Baca Juga:
MPR Cabut Nama Soeharto dari TAP MPR Nomor 11 Tahun 1998
Di sektor fiskal, tantangan yang harus dihadapi adalah normalisasi defisit anggaran, menjaga proporsi utang luar negeri terhadap produk domestik bruto dan keberlanjutan pembiayaan infrastruktur.
Dari segi moneter, tantangan terbesar adalah mengendalikan laju inflasi, menjaga cadangan devisa dan stabilitas nilai tukar rupiah.
“Pengembangan kemampuan sektoral, terutama konsolidasi demokrasi, ekonomi hijau, infrastruktur digital, pembangunan Ibu Kota Negara dan keberlanjutan komitmen lintas pemerintahan merupakan landasan utama bagi pembangunan nasional jangka panjang.”
Baca Juga:
Terima Ketum dan Pengurus PWI Pusat, Ketua MPR Dorong Peningkatan Kompetensi dan Profesionalitas Wartawan
"Defisit anggaran yang harus kembali ke angka kurang dari 3 persen pada tahun 2023, menjadi tantangan utama, karena kondisi pemulihan yang tidak menentu. Selain itu, peningkatan utang yang signifikan menimbulkan beban pembayaran bunga tambahan," urai Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila dan Wakil Ketua Umum SOKSI ini menambahkan, sebagai strategi jangka pendek, penyusunan prioritas dan re-alokasi anggaran secara tepat diperlukan.
Kebijakan burden sharing tidak hanya dengan moneter, tetapi juga dengan dunia usaha, dapat menjadi opsi dalam upaya pembiayaan ketidakpastian di masa mendatang.