WAHANANEWS.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan masih terdapat 11 dari 96 perusahaan penyelenggara peer to peer lending (P2P Lending) yang belum memenuhi ketentuan ekuitas minimal Rp 7,5 miliar sesuai aturan yang berlaku.
Temuan ini disampaikan dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisaris (RDK) OJK pada awal pekan lalu, menandai tantangan yang masih dihadapi industri fintech pembiayaan di Indonesia di tengah pertumbuhan signifikan sektor tersebut.
Baca Juga:
OJK Kenalkan Istilah "Pindar" Untuk Bedakan Pinjol Ilegal ke Konsumen
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK, Agusman, menjelaskan bahwa dari 11 perusahaan tersebut, lima di antaranya sudah menyampaikan rencana aksi atau action plan untuk memenuhi kewajiban ekuitas.
“Dari 11 penyelenggara tersebut, lima yang telah menyampaikan action plan,” ungkap Agusman, Minggu (10/8/2025).
OJK memastikan pihaknya terus memantau pelaksanaan rencana aksi tersebut, baik yang berfokus pada proses merger, penambahan modal (injeksi modal), maupun penjajakan dengan calon investor strategis, termasuk dari dalam maupun luar negeri.
Baca Juga:
KPK Bongkar Modus Korupsi CSR BI-OJK, Bantuan Sosial Berubah Jadi Ladang Uang Legislator
Langkah ini diharapkan dapat menjaga keberlangsungan operasional perusahaan sekaligus melindungi kepentingan konsumen.
Hingga Juni 2025, data OJK menunjukkan pembiayaan pinjaman online (pinjol) tumbuh 25,06% dengan nilai outstanding mencapai Rp 83,52 triliun, sementara tingkat kredit macet atau TWP90 mengalami perbaikan.
“Tingkat TWP90 berada di level 2,85% per Juni 2025, dibandingkan pada Mei sebesar 3,19%,” jelas Agusman.
Sebagai informasi, ketentuan ekuitas minimum bagi penyelenggara P2P Lending diatur dalam Pasal 50 Peraturan OJK Nomor 10 Tahun 2022.
Aturan tersebut mewajibkan modal minimum sebesar Rp 12,5 miliar yang penerapannya dilakukan secara bertahap, yakni Rp 2,5 miliar per 3 Juli 2024, naik menjadi Rp 7,5 miliar pada periode 4 Juli 2024 hingga 3 Juli 2025, dan mencapai Rp 12,5 miliar dengan tenggat 4 Juli 2025.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]