WahanaNews.co | Buntut masih maraknya kasus korupsi meski proses pengadaan barang/jasa melalui sistem elektronik seperti e-procurement dan e-catalogue Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) akan mengevaluasi dan merubah dengan pembentukan ptatform baru.
Hal ini dikatakan Plt. Deputi Bidang Transformasi Pengadaan Digital LKPP Yulianto Prihandoyo beberapa waktu lalu. Proses evaluasi dan rencana pembentukan platform baru tersebut bentuk upaya LKPP untuk menutup celah korupsi saat ini.
Baca Juga:
Cawagub Jateng Hendi Resmikan Posko Pemenangan Andika-Hendi untuk Pilgub 2024
"Pada prinsipnya kami concern betul menutupi celah-celah, ruang-ruang, di mana di situ ada kesempatan untuk tindak pidana korupsi," ujar Yulianto
Dalam proses penguatan platform baru ini, LKPP menggandeng GovTech Telkom Indonesia.
Penguatan ini diharapkan mampu semakin mendorong seluruh transaksi pemerintah tak lagi bisa diakali. GovTech Telkom sedang bikin semacam new platform, sekaligus memastikan atau mengurangi ruang-ruang atau celah korupsi.
Proses penguatan pengawasan pengadaan melalui sistem elektronik itu juga dilakukan dengan membuka akses pengawasan sistem terhadap aparat penegak hukum (APH), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), hingga Inspektorat Jenderal kementerian atau lembaga.
Baca Juga:
Pemkab Hulu Sungai Utara Raih Kalimantan Selatan Government Procurement Award 2024
"Kami juga kerja sama terus dengan teman-teman, Aparat Penegak Hukum, Badan Pemeriksa Keuangan, Inspektorat, auditor, kami sudah beri akses juga untuk masuk ke toko kita untuk bisa lihat-lihat dan seterusnya," ucapnya.
Diluar perbaikan internal, Yulianto mengingatkan, proses pengawasan pengadaan barang dan jasa juga harus melibatkan banyak pihak, termasuk masyarakat. Tanpa ada pengawasan dan laporan masyarakat, pengawasan belum tentu maksimal.
"Tidak mungkin kami sendirian, LKPP butuh bapak ibu. Rajin-rajin melaporkan kalau menemukan hal-hal yang kira-kira itu jadi dugaan tadi, kita bareng-bareng," tegasnya.
Yulianto memastikan, LKPP akan terus membangun transparansi proses pengadaan barang dan jasa di pemerintahan. Publik akan bisa melihat sampai detail-detail transaksi ke depannya melalui platform baru yang akan dibuat.
"Ini anggaran negara ada berapa, kementerian ini berapa belanja, untuk apa saja, siapa penyedianya, dan seterusnya bapak ibu nanti bisa lihat di platform kami," tutur Yulianto.
Selain itu, LKPP telah takedown atau memblokir sebanyak 27 ribu produk di e-katalog karena berbagai permasalahan, mulai dari barang impor yang sudah diproduksi di dalam negeri hingga barang tipu-tipu.
Dari total 27 ribu produk, sebanyak 16 ribu lebih produk yang merupakan barang hasil impor namun sudah ada barang penggantinya hasil produksi dalam negeri (PDN).
Produk impor tersebut paling banyak dalam bentuk alat kesehatan seperti tempat tidur rumah sakit yang berasal dari China. Selain itu, ada juga produk-produk elektronik impor yang sudah bisa diproduksi di dalam negeri namun tetap didatangkan dari luar negeri.
Diantara produk impor yang terkena takedown itu pun ada juga yang menjajakannya di e-katalog dengan melabeli dari barang-barang produksi dalam negeri atau menggunakan nama PT asal Indonesia. Modus ini menurut Yulianto juga banyak digunakan.
Adapun 11 ribu produk yang terkena takedown dari LKPP merupakan produk hasil tipu-tipu, seperti mengenakan harga tidak wajar, produk anomali yang dijajakan di e-katalog tersebut berpotensi merugikan keuangan negara.
"Mesin kami menemukan itu, dan kami langsung takedown. Jadi mesin kami itu kayak perbankan, misalnya ada risiko-risiko belanja negara yang bisa disalahgunakan”.
Ia mengingatkan, kalau produk hasil tipu-tipu ini terserap di kementerian atau lembaga maupun pemerintah daerah harus segera dikembalikan. Sebab, proses hukum dipastikan akan diterapkan. Inspektorat, Auditor, BPK, BPKP punya peran di sana. [jp sianturi]