WahanaNews.co | Penyelesaian utang oleh obligor dan debitur Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) berlarut-larut selama puluhan tahun.
Dari data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), selama krisis 1997-1998, BLBI diberikan sebesar Rp 147,7 triliun kepada 48 bank.
Baca Juga:
Bos Texmaco Marimutu Sinivasan Buron BLBI, Ditangkap saat Mau Kabur ke Malaysia
Sejauh ini, banyak obligor yang masih berhutang ke negara, baik karena memang tidak melunasi kewajibannya, maupun karena aset yang dijaminkan tidak cukup untuk melunasi.
Pemerintah menyatakan memegang komitmennya untuk mengejar para debitur dan obligor, termasuk yang sudah tidak tinggal di alamatnya dulu.
Terbukti, ada beberapa obligor dan debitur yang sudah hijrah ke Bali, Medan, bahkan Singapura, tetapi tetap mendapat surat panggilan dari pemerintah.
Baca Juga:
Satgas Penanganan Hak Tagih Negara BLBI Berhasil Utilisasi Rp 2,77 T Aset Properti Eks BLBI
Beberapa obligor juga diketahui sudah meninggal, sehingga penagihan terpaksa dilakukan kepada ahli warisnya.
Dari puluhan obligor yang tercatat, ada 7 di antaranya masuk dalam penagihan prioritas, yakni:
1. Trijono Gondokusumo - Bank Putra Surya Perkasa
Dasar utangnya adalah Akta Pengakuan Utang (APU) dengan outstanding utang sebesar Rp 4,89 triliun.
Jaminan utang tersebut ada, tetapi tidak cukup.
2. Kaharudin Ongko - Bank Umum Nasional (BUN)
Dasar utang yang ditagihkan adalah Master of Refinancing and Notes Issuance Agreement (MRNIA) sebesar Rp 7,83 triliun.
Jaminan utang ada, tetapi tidak cukup.
3. Sjamsul Nursalim - Bank Dewa Rutji
Dasar utang Laporan Keuangan Bank dan LHP BPK sebesar Rp 470,65 miliar.
Tidak ada jaminan yang dikuasai dari utang tersebut, tetapi Sjamsul diperkirakan mempunyai kemampuan membayar.
4. Sujanto Gondokusumo - Bank Dharmala
Dasar utang Laporan Keuangan Bank dan LHP BPK sebesar Rp 822,25 miliar.
Tidak ada jaminan yang dikuasai dari utang tersebut, tetapi Sujanto diperkirakan mempunyai kemampuan membayar.
5. Hindarto Tantular/Anton Tantular - Bank Central Dagang
Dasar utang Laporan Keuangan Bank dan LHP BPK sebesar Rp 1,47 triliun.
Tidak ada jaminan yang dikuasai dari utang tersebut, tetapi diperkirakan mempunyai kemampuan membayar.
6. Marimutu Sinivasan - Group Texmaco
Dasar utangnya adalah Surat PPA dengan oustanding Rp 31,72 triliun dan 3,91 juta dollar AS.
Jaminan utang tersebut ada, tetapi tidak cukup.
7. Siti Hardijanti Rukmana - PT Citra Cs
Siti Hardijanti Rukmana atau Tutut Soeharto memiliki utang ke negara masing-masing Rp 191,6 miliar, Rp 471,4 miliar, Rp 6,52 juta dollar AS, dan Rp 14,79 miliar.
Jaminan aset atas utang tersebut tidak ada, jaminan hanya berupa SK proyek.
Pembentukan Satgas
Pemerintah memerinci, setidaknya ada 48 obligor dan debitur yang memiliki kewajiban pembayaran utang kepada negara.
Secara keseluruhan, besaran utang yang ditagih kepada para obligor dan debitur BLBI adalah senilai Rp 110,45 triliun.
Untuk menagih utang tersebut, pemerintah akhirnya membentuk Satgas BLBI.
Satgas diberikan tugas untuk mengejar para obligor/debitur hingga ke luar negeri sampai tahun 2023.
Menteri Keuangan (menkeu), Sri Mulyani Indrawati, juga mengatakan ingin dana BLBI itu segera dibayar, karena kasus sudah berlangsung lebih dari 20 tahun.
"Saya akan terus meminta kepada tim untuk menghubungi semua obligor, termasuk kepada para keturunannya, karena barangkali ada mereka yang usahanya diteruskan kepada para turunannya. Kita akan negoisasi untuk dapatkan kembali hak negara," ujar dia, beberapa waktu lalu. [dhn]