"Sejatinya, harga karet yang yang terlalu rendah akan menurunkan kesejahteraan petani. Bila hal
ini terjadi secara berlarut, dikhawatirkan sektor komoditas karet akan ditinggalkan. Untuk itu,
kolaborasi negara-negara produsen karet terbesar, Thailand, Indonesia, dan Malaysia yang tergabung dalam International Tripartite Rubber Council (ITRC) diperlukan. Untuk memperkuat
posisi, ITRC menggandeng negara eksportir karet lain seperti Vietnam dan Filipina, bersama memperjuangkan peningkatan harga karet," ungkap Mendag Zulkifli Hasan.
Bersama Thailand dan Malaysia, Indonesia bergabung dalam kerja sama ITRC yang memiliki kontribusi 58 persen dari produksi karet alam dunia.
Baca Juga:
Mendag Busan Inisiasi GASPOL, Pegawai Kemendag Pakai Produk Lokal Tiap Kamis
ITRC berkomitmen menjaga stabilitas harga karet alam di tingkat yang menguntungkan bagi petani serta menjaga permintaan dan penawaran
karet alam dunia.
ITRC secara konsisten telah menerapkan instrumen, baik Supply Management Scheme (SMS) dalam
pengendalian pasok karet alam global dalam jangka panjang, Agreed Export Tonnage Scheme (AETS) dalam menjaga keseimbangan supply-demand karet jangka pendek di pasar global, maupun instrumen Demand Promotion Scheme (DPS) dalam upaya meningkatkan konsumsi karet alam
domestik.
Pada 2022, Indonesia merupakan negara penghasil karet alam terbesar kedua di dunia setelah Thailand dengan pangsa pasar 21,57 persen.
Baca Juga:
Mendag Busan dan Mendes PDT Lepas Ekspor Perdana Gula Kelapa Produksi BUMDes ke Hungaria
Pada tahun tersebut, ekspor karet alam Indonesia ke dunia tercatat sebesar USD 3,66 juta, turun 11,35 persen dibanding tahun sebelumnya yang tercatat sebesar USD 4,12 juta. Dalam lima tahun terakhir (2018-2022) ekspor karet alam Indonesia terus
mengalami penurunan dengan tren sebesar 1,4 persen.
[Redaktur: Tumpal Alpredo Gultom]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.