WahanaNews.co | Berpotensi membuat masyarakat terutama buruh semakin tercekik, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) meninjau ulang kenaikan harga gas LPG non subsidi.
Said juga meminta rencana penghapusan Bahan Bakar Minyak (BBM) Premium dan Pertalite dikaji kembali.
Baca Juga:
Bupati Karo Hadiri Perayaan Kenaikan Yesus Kristus GBKP Klasis Sinabung
"Mohon kiranya ini ditinjau ulang kenaikan harga gas dan penghilangan Premium dan Pertalite secara bertahap," ungkapnya dalam konferensi pers yang disiarkan secara daring, Jumat (31/12).
Menurut Said, konsumsi gas LPG non subsidi tidak hanya dinikmati oleh kalangan menengah ke atas. Buruh, katanya, juga ada yang memakai LPG jenis tersebut. Apalagi, upah buruh rata-rata hanya naik 1,09 persen di 2022.
Ia mengatakan kenaikan itu tentu tidak dapat menutupi biaya hidup. Selain itu, ia juga berpendapat kenaikan harga gas akan memukul daya beli buruh. Menurutnya, daya beli buruh akan anjlok hingga 30 persen karena kenaikan upah juga hanya sedikit.
Baca Juga:
April hingga Juni 2024, Pemerintah Sebut Tarif Listrik Seharusnya Naik
"Ditambah kalau memang benar Premium dan Pertalite akan hilang. Pengguna Premium dan Pertalite adalah buruh dan angkanya hampir 100 juta," tandasnya.
Sebagai informasi, PT Pertamina (Persero) resmi menaikkan harga LPG non-subsidi secara bertahap sebesar Rp1.600-Rp2.600 per kg sejak Sabtu (25/12) lalu.
Hal tersebut dilakukan karena terjadi lonjakan harga di level internasional.
"Besaran penyesuaian harga LPG non subsidi yang porsi konsumsi nasionalnya sebesar 7,5 persen berkisar antara Rp1.600-Rp2.600 per Kg. Perbedaan ini untuk mendukung penyeragaman harga LPG ke depan serta menciptakan fairness harga antar daerah," jelas Pjs Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Sub Holding Pertamina Commercial & Trading Irto Ginting kepada, Senin (27/12) lalu.
Terkait penghapusan BBM Premium, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menyebut rencana tersebut akan dilakukan secara bertahap dengan sejumlah pertimbangan.
Nicke mengungkapkan rencana itu sesuai dengan ketentuan dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor P20/Menlhk/Setjen/Kum1/3/2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang.
"Ketentuan dari ibu menteri KLHK 2017, ini untuk mengurangi karbon emisi maka direkomendasikan BBM yang dijual minimum RON 91," ujar Nicke di Istana Wakil Presiden, Selasa (28/12) lalu.
Sementara, Komisaris Utama Pertamina Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mengatakan Pertalite tidak akan dihapus. Sebab, saat ini 80 persen dari penjualan BBM Pertamina ditopang BBM Pertalite.
"Tetap dijual dan tidak dikurangi kalau Pertalite. Subsidi bisa beralih ke Pertalite. Itu yang seharusnya jika subsidi BBM," kata Ahok, Senin (27/12) malam. [bay]