WahanaNews.co | Pemerintah mengemukakan tarif pajak karbon pagi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) sebesar Rp 30 per kilogram (kg) karbon dioksida ekuivalen (CO2e).
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak, Yon Arsal, Selasa (23/11/2021), mengungkapkan tarif tersebut akan diberlakukan mulai April 2022.
Baca Juga:
PLN Siap Terapkan Pajak Karbon PLTU Tahun Ini
Yon Asral mengatakan, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) akan menjadi sasaran awal penarikan pajak karbon. Sementara aturan mengenai tata cara penerimaan pajak karbon masih dibahas.
"Pajak karbon akan kita lakukan secara umum mengenai implementasi terbatas dulu di bulan April tahun 2022. PLTU yang akan kita jadikan subjek awal di tahun 2022 nanti ini aturan pelaksanaannya mudah-mudahan segera keluar sehingga dan bisa kita mekanisme (serta) tata cara pembayaran dan sebagainya," kata Yon dalam diskusi publik secara virtual, Selasa (23/11/2021).
Dia menerangkan, penetapan pajak karbon awalnya memilik banyak pilihan, antara mengenakan pada mekanisme cukai atau tax (pajak).
Baca Juga:
Ternyata Ini Rahasia Malaysia Beri Subsidi hingga Harga BBM RON 95 Cuma Rp 6 Ribuan Per Liter
Namun akhirnya, keputusan yang diambil menggunakan pajak.
"Whatever pilihannya sebenarnya tujuannya sama penerimaan negara akan lebih dan tujuan akhirnya pajak karbon harus kita lihat lagi tujuan akhirnya tidak semata-mata penerimaan negara tetapi juga untuk melihat kepada komitmen kita untuk pembangunan berbasis lingkungan," jelasnya.
Penerimaan pajak karbon dalam implementasi terbatas akan dikombinasikan dengan carbon trading.
Nantinya, penerimaan pajak karbon yang masuk bersifat umum dan kemudian didiskusikan mengenai kemungkinannya dialokasi untuk lingkungan.
"Tentu kalau ditanya anggarannya ke mana? Nah kita sementara ini masih menggunakan bersifat umum dulu dan kemudian nanti apakah akan alokasikan untuk penyelamatan lingkungan nanti kita pikirkan belakangan sementara ini yang kita pikirkan dengan konsepnya pajak, penerimaannya persis dengan yang lain sehingga akan dikumpulkan dulu di kantong belanja negara dan dialokasikan untuk pengeluaran pemerintah," ungkapnya.
"Bahwa nanti akan digunakan juga untuk lingkungan itu akan nanti jadi pertimbangan. Secara umum masih didiskusikan," pungkasnya.
Seperti diketahui, dalam UU HPP pasal 13 dijelaskan bahwa pajak karbon dikenakan atas emisi karbon yang memberikan dampak negatif bagi lingkungan hidup.
Beberapa peta jalan pasar karbon di antaranya strategi penurunan emisi karbon, sasaran sektor prioritas, keselarasan dengan pembangunan energi baru dan terbarukan, dan/atau keselarasan antar berbagai kebijakan lainnya. [rin]