WahanaNews.co | Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta jajarannya untuk terus memantau perkembangan dua “kiblat” perekonomian dunia yakni Amerika Serikat (AS) dan China.
Sebab ada risiko-risiko yang dapat ditimbulkan oleh kondisi ekonomi yang sedang berkembang di kedua negara tersebut.
Baca Juga:
Begini Cara China Selamatkan Sektor Properti dari Himpitan Banyak Utang
Jokowi menjelaskan pentingnya untuk mewaspadai perkembangan perekonomian di China karena dia salah satu negara tujuan ekspor terbesar Indonesia.
Jokowi tak menjelaskan risiko apa yang dimaksud, namun diketahui perekonomian Negeri Tirai Bambu sedang digoyang oleh kasus gagal bayar Evergrande, dan lonjakan inflasi.
"Ini juga masih di bidang ekonomi, yang berkaitan dengan risiko-risiko global, agar semuanya diwaspadai seperti perkembangan ekonomi di Tiongkok, betul-betul dilihat karena ekspor kita ke sana gede," kata Jokowi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (17/11/2021).
Baca Juga:
China Klaim Sebagai Negara Teraman di Dunia
Indonesia juga perlu mewaspadai situasi terkini di Amerika Serikat berkaitan dengan tapering off, yakni pengurangan stimulus dari bank sentral AS (The Fed), misalnya saja mengurangi nilai pembelian aset seperti obligasi (surat utang) atau quantitative easing oleh The Fed.
Artinya, bank sentral AS akan mengurangi porsi pembelian surat utang dari nilai yang sebelumnya dilakukan.
"Risiko tapering off Amerika terus betul dilihat dampaknya dan apa yang perlu kita siapkan, apa yang perlu kita lakukan," sebut Jokowi.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu juga memerintahkan anak buahnya agar memantau inflasi global. Dia meminta dampaknya terhadap Indonesia betul-betul dihitung semuanya agar bisa diantisipasi.
Hal lain yang perlu diwaspadai, lanjut Jokowi adalah commodity supercycle. Sederhananya itu adalah periode di mana harga-harga komoditas mengalami kenaikan dalam rentang waktu tertentu.
"Waspadai juga terjadinya fenomena surplus commodity supercycle, karena kita tahu saat ini komoditas unggulan ekspor indonesia melonjak tinggi. Ini umumnya berlangsung, biasanya ini hanya berlangsung 18 bulan. Maka langkah-langkah antisipasi harus diberikan dengan menguatkan industri pengolahan yang berorientasi ekspor," tambahnya. [rin]