WahanaNews.co | Pemerintah mulai memberlakukan penggunaan nomor induk kependudukan (NIK) sebagai nomor pokok wajib pajak (NPWP). Integrasi data antara NIK dan NPWP pun sudah dilakukan sejak 14 Juli 2022.
Staf Ahli Menteri keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan, integrasi KTP menjadi NPWP diharapkan dapat menjadi salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan kepatuhan wajib pajak (compliance gap) dalam sistem perpajakan Indonesia.
Baca Juga:
6 Juta Data NPWP Diduga Bocor, Termasuk Milik Jokowi dan Gibran di Daftar Utama!
Ia menjelaskan, secara teori terdapat empat pilar kepatuhan yaitu mendaftarkan diri, pelaporan, kepatuhan pembayaran, dan correct reporting atau melaporkan dengan benar.
Maka melalui penggunaan NIK untuk perpajakan diharapkan bisa meningkatkan kepatuhan dalam mendaftarkan diri ke Ditjen Pajak.
"Jadi kepatuhan ada empat pilar, melalui kepatuhan wajib pajak untuk mendaftarkan diri, merupakan fungsi dari integrasi NIK jadi NPWP. Dengan integrasi ini tentu tidak semua orang yang mempunyai NIK harus bayar pajak," ujarnya dalam diskusi Forum Merdeka Barat 9, Senin (25/7/2022).
Baca Juga:
DJP Luncurkan Layanan Perpajakan Berbasis NIK
Memudahkan Administrasi
Yon mengungkapkan, integrasi KTP menjadi NPWP akan memudahkan administrasi, selain itu memudahkan wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Integrasi ini menjadi salah satu dari tiga format baru NPWP.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 112/PMK.03/2022 ditetapkan format baru, pertama untuk wajib pajak orang pribadi yang merupakan penduduk menggunakan NIK.
Penduduk adalah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di RI.
Kedua, bagi wajib pajak orang pribadi bukan penduduk, wajib pajak badan, dan wajib pajak instansi pemerintah menggunakan NPWP format 16 digit. Ketiga, bagi wajib pajak cabang menggunakan nomor identitas tempat kegiatan usaha.
Kendati demikian, format baru tersebut masih dalam pengembangan dan baru bisa digunakan secara terbatas pada layanan administrasi perpajakan, seperti masuk ke aplikasi pajak.go.id. Nantinya, format baru akan efektif diterapkan secara menyeluruh pada 1 Januari 2024.
"NIK jadi sarana administrasi, agar di negara ini hanya punya satu nomor, jadi orang enggak perlu susah (punya dua nomor). Yang pasti dengan integrasi ini, tidak semua orang bayar pajak, sehingga ada kewajiban subjektif dan objektif," kata Yon.
Bagaimana Jika Belum Punya NPWP?
Ia menjelaskan, bagi wajib pajak orang pribadi yang merupakan penduduk dan sudah memiliki NPWP, NIK akan langsung berfungsi sebagai NPWP format baru. Namun, ini memang bertahap, sehingga belum semua wajib pajak bisa menggunakan NIK sebagai NPWP.
Namun bagi wajib pajak orang pribadi yang belum memiliki NPWP, NIK-nya akan diaktivasi sebagai NPWP saat orang tersebut sudah memiliki penghasilan di atas penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Aktivasi dilakukan melalui permohonan pendaftaran oleh wajib pajak ke Ditjen Pajak Kementerian Keuangan.
"Jadi enggak lagi daftar bikin NPWP, tapi mengaktivasi bahwa ketika seseorang memiliki penghasilan di atas PTKP maka tinggal diaktivasikan NIK-nya untuk menjadi NPWP sebagai sarana kewajiban perpajakan," jelas dia.
Tingkatkan Kepatuhan Perpajakan
Selain melalui integrasi NIK sebagai NPWP, reformasi perpajakan juga dilakukan melalui pertukaran data dan informasi dengan instansi, lembaga, asosiasi, hingga otoritas pajak negara lain melalui automatic exchange of information (AEOI) dengan 113 yurisdiksi partisipan (inbound) dan 95 yurisdiksi tujuan pelaporan (outbound) yang diterima setiap bulan September.
Lewat pertukaran data tersebut maka diharapkan semakin meningkatkan kepatuhan perpajakan. Data-data yang didapat dari pihak eksternal tersebut akan dicocokan dengan data SPT yang dimiliki Ditjen Pajak, sehingga ketika ada selisih antara kedua data maka akan diminta klarifikasi dari wajib pajak tersebut.
"Berbagai macam data itu sudah ada dalam sistem perpajakan, dan kami sekarang sedang administrasikan dengan baik. Maka kemudian dengan proses data, kami bandingkan antara data yang diperoleh dari pihak ketiga, termasuk dari otoritas negara lain, dengan SPT wajib pajak," ungkap dia.
"Jika ditemukan selisih atau perbedaan akan dilakukan klarifikasi kepada wajib pajak. Jika memang valid ada selisih, maka akan diminta membayar kewajiban yang kurang bayar," tutup Yon. [rin]