WahanaNews.co, Jakarta -
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perdagangan
mengimbau para pelaku usaha Indonesia untuk berhati-hati dalam melakukan transaksi perdagangan dengan pihak Bangladesh.
Imbauan ini disampaikan sebagai bentuk tindak lanjut dari informasi yang disampaikan Duta Besar RI Dhaka melalui surat Nomor B-00139/Dhaka/240822 perihal Perkembangan Situasi Ekonomi Bangladesh Pascamundurnya Perdana Menteri Sheikh Hasina dan Antisipasi Transaksi Perbankan.
Baca Juga:
Chaos di Bangladesh: 109 Tewas dalam Kerusuhan, WNI Turut Jadi Korban
Dalam surat tersebut disampaikan, Bangladesh sedang menghadapi krisis likuiditas. Kondisi ini diperburuk oleh pembatasan penarikan tunai dari bank sentral Bangladesh yaitu Bank Bangladesh.
Kondisi ini disertai dengan inflasi yang mencapai 11,66 persen dan tekanan pada nilai tukar mata uang tertinggi dalam 12 tahun terakhir.
Sementara dari sektor energi, Bangladesh Power Development Board (BPDB) sedang menghadapi
beban utang sebesar BDT 45 ribu crore atau senilai USD 4 miliar. Hal ini menjadi isu kritis bagi pemerintahan sementara yang baru dibentuk.
Baca Juga:
PM Kabur, Presiden Bangladesh Bebaskan Pemimpin Oposisi Khaleda Zia
"Mencermati perkembangan situasi terkini di Bangladesh, khususnya di sektor ekonomi pascamundurnya Perdana Menteri Sheikh Hasina, kami mengimbau para pelaku usaha Indonesia untuk berhati-hati dalam bertransaksi dengan lembaga maupun perseorangan dari Bangladesh.
Kami menyampaikan hal tersebut untuk mencegah kerugian yang dapat ditimbulkan dari transaksi perbankan dengan Bangladesh karena kondisi politik dan ekonomi saat ini,” ujar Direktur Fasilitasi Ekspor dan Impor Kemendag, Iskandar Panjaitan.
Saat ini Bangladesh Bank telah mengeluarkan instruksi kepada sembilan bank untuk tidak melayani
pencairan cek yang melebihi BDT 200 ribu atau senilai USD 1.680.